Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Sampai detik ini penjajah Zion*s terus saja mengepung dan menginvasi Gaza utara sejak 6 Oktober 2024. Serangan demi serangan terus dilakukan tanpa henti hingga menyebabkan syahidnya ratusan bahkan ribuan nyawa, terkubur di bawah reruntuhan bangunan. Puluhan ribu orang mengungsi. Yang masih hidup pun menghadapi kelaparan. Alasan klasiknya, bahwa tujuan serangan tersebut untuk mencegah militan Hamas kembali menguat
Kerusakan terparah dialami Gaza Utara akibat perang. Wilayah ini telah dikepung penjajah Z1on*s sejak akhir 2023, menyusul serangan Badai Al-Aqsa. Sejak 7 Oktober 2023, jumlah korban jiwa di Jalur Gaza mencapai 42.603 orang. Sedangkan 99.795 orang terluka.
Sungguh ironis. Hancurnya wilayah Gaza akibat serangan Israel dunia bergeming, diam tak punya rasa. PBB hanya mengecam. Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) hanya mendesak Z1on*s Israel untuk mengikuti perintah pengadilan tinggi PBB agar mencegah genosida di Gaza. Yordania hanya mengecam tak berbeda dengan Indonesia. Negara Arab dan tetangga muslim lainnya pun diam seribu bahasa.
Diamnya dunia Arab dan komunitas internasional menjadikan Zion*s Israel terus melakukan kejahatan perang dan pembantaian terhadap warga Palestina. Drama kekejian “holocaust” yang dilakukan oleh “Nazi baru” (Israel) terus tayang tanpa jeda.
Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.“ (QS. Al hujurat:10)
Ayat ini tidak dipedulikan. Para penguasa muslim telah “buta, tuli, dan bisu” sehingga tidak menjawab seruan Allah Ta’ala. Permintaan tolong dari anak-anak Palestina yang terluka, kelaparan, dan kehilangan keluarganya tak membuat munculnya rasa iba. Pengkhianatan dilakukan. Nasionalisme sekat negara bangsa telah membelenggu sehingga tidak merasa urusan Palestina sebagai urusan mereka.
Para penguasa muslim hanya menyibukkan diri dengan urusan internal negaranya. Para penguasa muslim enggan bergerak untuk membela Palestina. Jangankan mengomando seruan pembelaan secara nyata, mengerahkan militer untuk jihad fisabilillah pun tak ada niat.
Sungguh persepsi, standar, dan ketundukan umat Islam tidak lagi pada Islam, sehingga sebagian dari mereka tidak peduli terhadap penderitaan yang dialami saudara sesama muslim di Palestina. Kepedulian hilang secara nyata.
Menyedihkan. Suatu hal yang sangat tidak manusiawi. Saat Muslim Palestina meregang nyawa, di Alexandria Mesir penyelenggaraan konser musik Tamer Hosny pada Jumat (18-10-2024) digelar dan dihadiri ratusan ribu muslim.
Nasionalisme Mendominasi Ego
Rasulullah saw. bersabda,
“Bukan dari golongan kami orang-orang yang menyeru kepada ashabiah (nasionalisme/sukuisme), orang yang berperang karena ashabiah, dan orang-orang yang mati karena ashabiah.” (HR Abu Dawud).
Hadits ini sangat jelas menentang nasionalisme yang memunculkan pandangan persoalan Palestina tak lagi sebagai persoalan bersama umat Islam.
Shabir Ahmed dan Abid Karim dalam buku Sejarah Nasionalisme di Dunia Islam menjelaskan bahwa Barat telah menancapkan sebuah mekanisme yang menyebabkan kaum muslim tetap terpecah-belah. Mekanisme itu adalah keberadaan para penguasa antek penjajah di tengah kaum muslim. Mereka memperoleh kekuasaannya setelah melakukan kolusi dengan Barat, bukan karena pilihan rakyat. Setelah berkuasa, mereka menjunjung tinggi batas-batas wilayahnya yang telah merobek-robek tanah kaum muslim. Bahkan mereka rela berperang dengan sesama muslim demi meluaskan wilayah kekuasaannya.
Tirani dan intimidasi terhadap orang-orang yang hendak menegakkan Islam di panggung politik dilakukan di bawah pengaruh dan kontrol kaum kafir penjajah. Kecintaan terhadap kekuasaan dan jabatan membuat para penguasa tersebut mati rasa terhadap penderitaan muslim Palestina.
Mengharap pada para penguasa untuk membebaskan Palestina sulit dirasa. Pembelaan mereka terhadap Palestina sebatas retorika saja. Kecaman tanpa mengirimkan pasukan, padahal mereka punya militer yang kuat dengan senjata yang canggih, nihil aksi. Tragisnya mereka malah berhubungan mesra dengan Z1on*s Israel.
Mengharap pada organisasi-organisasi negara muslim seperti Liga Arab dan Organisasi Konferensi Islam (OKI), pun bagai pungguk merindukan bulan. Hanya mengecam tanpa upaya riil mengomando dunia Islam untuk melakukan jihad pembebasan, itulah yang mereka lakukan.
Perjuangan Pembebasan Palestina, Urgen!
Sungguh genosida di Palestina adalah urusan umat Islam.
Sabda Rasulullah Saw.,
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR Bukhari dan Muslim).
Tanggung jawab untuk terus bersuara tanpa kenal lelah dan menuntut para pemimpin negeri muslim agar segera mengirimkan pasukan dengan kekuatan penuh untuk berjihad di bumi Palestina adalah tanggungjawab kaum Muslim di mana pun berada termasuk Indonesia. Militer muslim wajib datang untuk membebaskan Palestina, bukan sebagai pasukan perdamaian di bawah komando PBB yang tidak melakukan aksi nyata untuk membebaskan Palestina.
Kejumawaan Israel tak bisa dibungkam dengan retorika. Mereka hanya mengerti jihad dan perang.
Umat Islam harus terus semangat menyuarakan pembebasan Palestina meski banyak intrik Barat untuk memadamkannya. Umat tidak boleh bungkam berdiam diri karena perjuangan dan pembelaan umat Islam terhadap Palestina merupakan amal saleh yang luar biasa besar pahalanya di sisi-Nya.