Opini

WWF dan Pengelolaan Air, Siapa yang Diuntungkan?

176
×

WWF dan Pengelolaan Air, Siapa yang Diuntungkan?

Sebarkan artikel ini

Oleh Ummu Kholda
Pegiat Literasi

World Water Forum (WWF) atau Forum Air Dunia ke-10 yang diselenggarakan di Bali International Convention Center (BICC) Nusa Dua, Bali telah ditutup. Forum ini menghasilkan kesepakatan pendanaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Karian-Serpong, Banten, dan nota kesepahaman (MoU) mengenai Net-Zero Water Supply Infrastructure Project di Ibu Kota Nusantara (IKN). Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono juga hadir dalam acara penandatanganan MoU tersebut. Menurutnya, ini adalah dua hasil konkret dari forum tersebut sejak WWF ke-10 digelar, dan akan ada lagi kesepakatan-kesepakatan lainnya.

SPAM Regional Karian-Serpong merupakan Proyek Strategis Nasional berkapasitas 4.600 liter/detik. SPAM ini diharapkan mampu memberikan akses air minum kepada 1,84 juta penduduk yang tinggal di Provinsi DKI Jakarta dan Banten, khususnya di Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Proyek ini memiliki nilai investasi sebesar Rp2,4 triliun. Basuki, optimis dengan adanya penandatanganan kesepakatan pendanaan ini, proyek akan segera selesai. (Antaranews, 22/5/2024)

Masih dari laman yang sama, hasil nyata yang kedua adalah nota kesepahaman mengenai proyek Net-Zero Water Supply Infrastructure Project di IKN. MoU ditandatangani oleh Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti dan Wakil Presiden K-Water Han Seong Yong, di mana K-Water adalah milik negara Korea Selatan.

Sekadar diketahui, terakhir kalinya ajang internasional itu diselenggarakan di Senegal pada tahun 2022 yang mengusung tema Ketahanan Air untuk Perdamaian dan Pembangunan. Sementara di Indonesia beberapa waktu lalu mengambil tema Air untuk Kesejahteraan Bersama, yang memfokuskan pada isu-isu seperti konservasi air, air bersih dan sanitasi, ketahanan pangan dan energi, serta mitigasi bencana alam.

Kesepakatan untuk Siapa?

Kesepakatan yang dihasilkan pada WWF kemarin seolah merupakan hal yang baik dan membawa kemaslahatan untuk umat. Konon kabarnya, dengan adanya proyek SPAM maka kebutuhan air untuk domestik (rumah tangga) akan terpenuhi. Masyarakat juga dapat menikmati air minum berkualitas, dengan harga terjangkau, berkesinambungan selama 24 jam, serta meningkatkan perbaikan kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan air bersih. Namun, benarkah demikian?

Untuk mengakses air bersih nyatanya rakyat harus merogoh kocek dalam-dalam. Jangankan gratis, harga murah pun masih sulit didapat. Sedangkan pihak yang diuntungkan jelas para pengelola, yakni investor, perusahaan, dan pengusaha yang terlibat dalam proyek tersebut. Pun sudah menjadi rahasia umum jika proyek tersebut menjadi lahan basah bagi para oknum pejabat. Sejauh ini KPK menduga telah terjadi praktik suap pada 20 proyek SPAM. Pejabat internal PUPR pun banyak yang diperiksa karena masifnya tindakan curang tersebut. Rakyat sebagai konsumen tetap saja harus patuh membayar berapa pun tarif yang ditetapkan pemerintah untuk menikmati air bersih produk SPAM.

Inilah keniscayaan yang terjadi pada sistem hari ini. Sistem kapitalisme sekuler yang menjadikan air sebagai barang komoditas yang diperdagangkan. Jika rakyat mempunyai uang maka ia dapat mengakses air bersih, sebaliknya jika tidak maka ia terpaksa harus menggunakan air tanah yang bisa jadi sudah banyak tercemar limbah.

Sistem kapitalisme yang berasaskan manfaat atau keuntungan, telah menjadikan para pengusaha yang terlibat pada proyek tersebut hanya memikirkan berapa besar keuntungan yang didapat jika menjadi investor pada proyek yang telah disepakati. Tanpa memedulikan nasib rakyat, apakah mampu atau tidak untuk membeli air bersih hasil produknya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *