Oleh : Supartini Gusniawati, S.Pd
20 November selalu diadakan sebagai hari anak sedunia. Tanggal tersebut berkaitan dengan Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Hak-hak Anak pada tahun 1959. Pada tanggal yang sama tahun 1989, Majelis Umum PBB mengadopsi Konvensi Hak-hak Anak (Convention on the Rights of the Child atau CRC). Konvensi ini merupakan kesepakatan internasional pertama yang secara komprehensif melindungi hak anak-anak. Hak anak adalah hak asasi manusia. Hak ini tidak dapat dinegosiasikan dan bersifat universal. (www.detik.com, Rabu 13/11/2024)
Program pelindungan anak mencakup berbagai aspek kehidupan. Mulai dari hak kesehatan untuk meningkatkan kualitas dan penyediaan layanan kesehatan, meningkatkan akses air bersih, sanitasi dan kebersihan. Hak imunisasi untuk menyelamatkan nyawa, hak nutrisi untuk memenuhi kebutuhan gizi anak,termasuk pemantauan pertumbuhan dan dukungan bagi ibu untuk memberi makan bayi.
Hak perlindungan anak untuk membangun system perlindungan anak yang komprehensif dengan mencegah dan menanggulangi kekerasan, pelecehan,penelantaran dan eksploitasi anak. Tidak luput pula Hak pendidikan dan kebijakan sosial.
Apakah nyata semua itu untuk anak-anak dunia? Kenyataan pahit yang harus diterima adalah UNICEF di bawah naungan PBB menjadikannya hanya sebagai kedok untuk menutupi ketidakpedulian mereka terhadap nasib dan masa depan 2 milyar anak usia 0-15 tahun di seluruh dunia.
Dimana pembelaan dunia terhadap anak-anak khususnya Palestina? dimana pembelaan UNICEF terhadap anak-anak Palestina? ia hanya menawarkan solusi standar ganda. Nyatanya keselamatan anak-anak berbenturan dengan agenda dan tujuan negara yang hari ini tegak dengan nasionalisme. Persoalan Palestina dianggap persoalan intern sebuah Negara. Semua Negara diam, kalaupun ada kepedulian semata karena kemanusiaan saja.
Bukti dari pengkhianatan ini tampak nyata bagaimana perlakuan PBB terhadap nasib anak-anak Palestina. Jangankan mendapatkan hak kesehatan dan nutrisi, untuk mendapatkan hak hidup saja tidak ada yang menjamin. Anak-anak palestina menjadi korban genosida kekejaman zionis Israel. Anak-anak remaja, balita, batita, bayi bahkan anak yang masih dalam kandungan semuanya menjadi korban zionis yahudi tanpa sisa.
Faktor lain abainya dunia terhadap anak-anak adalah Kepentingan ekonomi, jabatan dan citra kepemimpinan jauh lebih menjadi prioritas penguasa daripada nasib anak-anaknya di berbagai wilayah yang terkena konflik. Pengkhianatan ini pun berimbas kepada penguasa di negeri-negeri muslim. Adalah sesuatu yang wajar, meskipun seakidah penguasa negeri muslim tak bergeming membela anak-anak dunia yang tertindas. Inilah buah dari diterapkannya sistem sekuler kapitalisme.
Berbeda dengan Islam yang memandang bahwa anak adalah calon generasi masa mendatang yang harus dijaga hak-haknya baik keselamatannya maupun kesejahteraannya. Maka dari itu, Negara harus ikut andil dalam memenuhi hak anak sesuai dengan tuntunan Islam. Ditopang oleh system ekonomi Islam, Negara khilafah memiliki sumber daya yang besar yang mampu menjamin kesejahteraan dan keselamatan anak-anak.
Kewajiban Negara dalam menjamin hak anak-anak adalah amanah dari jabatannya sebagai kepala Negara yakni sebagai Junnah (pelindung) dan ra’in (pengurus) umat. Jika ia melalaikannya maka ia telah berkhianat atas amanahnya sebagai kepala Negara. Semata-mata karena mencari ridho Allah semata bukan karena kepentingan apalagi sekadar pencitraan.
Dalam hal pemenuhan hak warganya, salah satu maqhasid syariah (tujuan syariat Islam) bertujuan untuk menjaga jiwa sebagai hak hidup dari setiap insan, termasuk anak-anak. Islam menjamin pemenuhan hak anak yang hakiki, diantaranya :
Pertama, hak hidup dan berkembang, Allah menegaskannya dalam QS. Al Isra ayat 31 yang artinya : ”Dan jangan kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”. (QS: al-Isra’: 31)