Opini

Wakil Rakyat Terlibat Judi Online, Kok Bisa?

480
×

Wakil Rakyat Terlibat Judi Online, Kok Bisa?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Dini Al Ayyubi

“Apakah ada legislatif pusat dan daerah bermain judi online (judol)? Iya, kita menemukan lebih dari 1.000 orang,” ungkap Ivan, selaku Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dalam rapat di Kompleks Parlemen pada Rabu, 26 Juni 2024.

Kasus bombastis ini berhasil merebut atensi masyarakat. Bagaimana tidak, membayangkan 1.000 pelaku terjerat judi online saja sudah pusing, ditambah lagi pelakunya bukan masyakarat biasa, tapi wakil rakyat. Bahkan infonya saat ini, ada sebanyak kurang lebih 25 miliar uang yang dideposit oleh para pemain judi online. Angka ini dihasilkan dari 63.000 kali transaksi atau lebih. Angka bukan sembarang angka! (tirto..id, 27/06/2024).

Wakil Rakyat Serakah dan Gagal Menjadi Contoh bagi Masyarakat

Selama ini _branding_ yang melekat pada pemain judi online adalah anak muda pengangguran atau masyarakat kelas bawah yang kesulitan ekonomi. Namun ternyata pangkatnya sekarang sudah sekelas wakil rakyat. Tidak penah terbayangkan sebelumnya, wakil rakyat yang seharusnya menjadi kepanjangan tangan bagi rakyat dalam berbagai urusan, justru malah menjadi “pelaku masalah”.

Mereka seolah-olah lupa dengan tugas-tugasnya. Sibuk mengumpulkan harta melalui judi online. Padahal sejak dulu, citra para pemimpin sudah tercoreng disebabkan oleh banyaknya kasus pemerasan uang rakyat hingga korupsi. Namun ternyata hal itu tidak cukup memuaskan mereka.

Maka jangan heran apabila angka persentase masyarakat yang punya _trust issue_ terhadap pemerintah akan semakin tinggi dari tahun lalu. Karena berdasarkan kasus ini, rakyat hanya bisa melihat lemahnya integritas, tidak amanah, rendahnya kredibilitas dan juga sifat serakah yang ada pada diri pemimpin zaman sekarang.

Mengapa Bisa Seburuk Ini?

Pertanyaan ini pastinya terlintas di benak pembaca. Mengapa bisa seburuk ini? Kalau kita jeli dan mampu menarik akar masalahnya, maka semua ini terjadi dikarenakan oleh penerapan sistem yang salah. Indonesia hari ini menerapkan sistem kapitalisme, yang mana sistem ini memegang erat prinsip “materi di atas segalanya-galanya”. Sumber kebahagian bagi manusia yang kapitalistik adalah kepemilikan materi.

Prakteknya pun berjalan sesuai teori. Tidak peduli dengan cara kotor atau tidak, semua akan mengedepankan materi, termasuk pada praktek pemilihan dewan rakyat. Anggota dewan sekarang tidak peduli kualifikasi anggota yang akan menjadi wakil rakyat itu pantas atau tidak. Karena pada prakteknya selama ini suara rakyat bisa dibeli oleh orang-orang berduit. Mereka sanggup untuk mengambil kursi atau posisi itu terlebih dahulu atau dalam istilah lain disebut dengan _money politics_. Tentu hal ini sudah menjadi rahasia umum.

Berangkat dari perekrutan yang bermasalah itulah akhirnya semua ikutan bermasalah. Termasuk pada masalah kali ini yaitu 1.000 orang wakil rakyat yang ikut terlibat judi online. Sungguh miris. Dari awal saat fenomena judi online marak di Indonesia, pemerintah sudah terlihat tidak berdaya. Bahkan malah menyatakan bahwa pelaku judi online adalah korban dan berencana untuk diberikan dana bantuan. Karena mereka yang terlibat judi online mayoritas berstatus miskin.

Lantas dengan diberikan bantuan sosial (bansos) apakah akan membuat para pelaku judi online berhenti dari aktivitas haram tersebut? Penulis rasa tidak. Karena masalah ini sudah seperti benang kusut. Pertanyaannya, apakah bansos yang diberikan akan tepat sasaran? Seberapa besar bansos yang diberikan hingga mampu memenuhi kebutuhan para pelaku judi online di tengah maraknya kenaikan harga kebutuhan pokok? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya. Jika cara pandang mendasarnya saja sudah salah, lalu bagaimana judi online itu bisa benar-benar diberantas?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *