Oleh. Aurora Ridha
(Aktivis Muslimah Kalsel)
Seperti yang kita ketahui bersama, dalam dunia perpolitikan saat ini terutama di Indonesia biayanya sangat mahal. Bagaimana tidak, ketika para calon anggota wakil rakyat mencalonkan diri mereka harus mengeluarkan banyak uang bahkan bersaing, siapa yang paling banyak mengeluarkan uang maka dialah yang akan naik menjadi wakil rakyat.
Terbukti dengan kondisi beberapa dari para wakil rakyat setelah dilantik atau menerima SK justru menggadaikan SK ke bank.
Sebagaimana yang diberitakan bahwa sejumlah anggota DPRD di Jawa Timur ramai-ramai menggadaikan Surat Keputusan (SK) pengangkatan ke bank. Fenomena gadai SK massal usai pelantikan Anggota DPRD ini menunjukkan betapa mahalnya biaya politik di Indonesia. (detik, 11-9-2024)
Hal yang sama juga terjadi pada anggota DPRD subang periode 2024-2029 yang baru saja dilantik tanggal 4 September 2024 Rabu lalu juga menggadaikan SK pengangkatan mereka ke bank sebagai agunan atau jaminan untuk meminjam uang. Diketahui bahwa pinjaman yang dipinjam adalah mulai dari Rp 500 juta hingga sampai Rp 1 Miliar. (Republika, 6-9-2024)
Fakta banyaknya wakil rakyat yang menggadaikan SK tersebut sejatinya menunjukkan potret buruknya politik dalam sistem demokrasi saat ini. Dalam sistem saat ini, banyak orang yang melakukan sesuatu berdasarkan hawa nafsu bukan melakukan sesuatu berdasarkan standar halal haram sesuai standar Islam. Inilah salah satu tujuan dari sistem sekuler dengan sistem ekonomi kapitalismenya, banyak orang melakukan sesuatu hanya untuk meraup kekayaan sebanyak-banyaknya.
Begitupun dengan para calon wakil rakyat untuk bisa meraih kursi kedudukan. Ketika mencalonkan diri untuk menjadi wakil rakyat mereka harus berlomba-lomba untuk mengeluarkan dana yang besar karena bagi siapa yang mengeluarkan dana yang paling besar untuk mengait suara masyarakat maka dialah yang akan meraih kursi kedudukan.
Inilah kenapa perpolitikan di Indonesia sangat mahal. Miris bukan?
Sejatinya penggadaian SK bagi wakil rakyat ini tidak hanya terjadi saat ini saja, namun sudah menjadi tradisi terkait mahalnya ongkos perpolitikan untuk meraih kursi kedudukan dan maraknya gaya hidup hedon bagi wakil rakyat dalam sistem sekuler demokrasi saat ini. Sehingga, ketika para wakil rakyat telah berkuasa, alih-alih bekerja untuk kepentingan rakyat namun justru sebaliknya adalah meningkatnya kasus korupsi dan penyalahgunaan jabatan dikalangan wakil rakyat saat ini dalam rangka untuk mengembalikan dana yang telah digelontorkan ketika masa kampanye mencalonkan diri.