Oleh : Dyan Indriwati Thamrin, S. Pd.
Pemerhati Masalah Sosial dan Politik
Jakarta dan Ibu Kota Nusantara (IKN) diusulkan mengusung konsep Twin Cities, yang menjadikan keduanya sebagai ibu kota Indonesia. Usulan ini datang dari Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI). Konsep Twin Cities adalah konsep di mana terdapat 2 kota utama yang menjalankan fungsi-fungsi administratif pemerintahan selama periode tertentu (2025 – 2029). Melalui konsep Twin Cities ini Jakarta dan IKN berbagi fungsi dalam jangka pendek. Salah satu kota sebagai ibu kota secara legal (de jure), sedangkan kota lainnya menjalankan kegiatan administrasi pemerintahan nasional (de facto).
Konsep negara dengan 2 kota utama ini bukanlah ide baru. Di beberapa negara seperti Malaysia, Korea Selatan, Australia, hingga Belanda pernah menerapkan konsep ini.
Negara maju seperti Korea Selatan, Australia juga pernah memiliki 2 kota administratif.
Usulan Twin Cities yang datang dari ASPI ini tercipta karena ada 2 faktor, yakni belum adanya kejelasan kabar mengenai keputusan presiden (Keppres) tentang pemindahan Ibu Kota Negara ke Nusantara dan terkait kecukupan anggaran pembangunan IKN saat ini. ASPI berharap dari usulan ini, dapat membantu pihak Otorita IKN dalam mengambil keputusan rencana pembangunan di IKN ke depannya sehingga pemindahan Ibu Kota Negara berjalan lancar. https://news.detik.com/berita/d-7586159/jakarta-ikn-diusulkan-jadi-twin-cities
Sedari awal, pembangunan IKN sudah kuat terkesan dipaksakan, karena jelas terbaca, tidak adanya dukungan dana yang matang. Sehingga dibebankan ke APBN. Menurut laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), salah satu belanja prioritas APBN 2023 adalah proyek pembangunan IKN Nusantara sebesar Rp 27 triliun hingga Rp 30 triliun. Ini pun secara hitungan kasar masih belum cukup. Walhasil, pemerintah mengundang investor untuk mendukung pembiayaan, baik investor dalam maupun luar negeri. Namanya juga investor, bukan lembaga sosial, tapi korporasi, jelas tujuannya hanya keuntungan bukan kepentingan masyarakat. Apalagi ini juga menjadi bukti, makin kecilnya peran negara dalam pembangunan IKN.
Sulit untuk tidak dikatakan, wacana Twin Cities yang terlihat manis sesungguhnya tak lebih dari kamuflase untuk menutupi masalah kelemahan pemindahan IKN. Masalah kelemahan ini timbul sejatinya akibat kesalahan paradigma yang berorientasi pada materi. Infrastruktur dianggap sebagai indikator kemajuan daerah, bahkan negara. Pembangunan infrastruktur secara fisik diklaim sebagai pertumbuhan ekonomi. Padahal, kenyataannya, berbagai sarana tersebut tidak menjamin dapat tercapainya kesejahteraan bagi masyarakat, bahkan bisa jadi malah tidak bermanfaat sama sekali untuk masyarakat.