Oleh Nuni Toid
Pegiat Literasi Anak
Pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) di Bandung kini bisa cepat berkembang atau naik daun. Sebab pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM telah menyediakan tempat bagi mereka. Wadah yang dimaksud merupakan SNI Corner dan Wifi Corner yang keberadaannya di Gedung Pusat Pelayanan Usaha Terpadu (PLUT) Soreang. Tujuannya agar para pelaku UMKM bisa dengan mudah melakukan identifikasi produk, pelatihan pengemasan sampai pemasaran. (detikjabar.com, 3/7/24)
Deputi Usaha Mikro Kemenkop UKM, Yulius, mengatakan keberadaan SNI Corner dan Wifi Corner bisa dimanfaatkan para pelaku UMKM. Sebab wadah tersebut merupakan usaha untuk mendorong UMKM naik kelas. Mereka bisa mendapatkan berbagai kegiatan dari pelatihan hingga formalisasi usahanya. Ia pun menambahkan bahwa pihaknya akan terus memperhatikan pengembangan UMKM di berbagai daerah, baik dari sisi produksi maupun pemasaran serta mendorong terkait adanya perbankan dan fasilitas hukum agar para pelaku UMKM paham sehingga tidak terus diakali.
Keberadaan UMKM diklaim memiliki peran besar dalam pertumbuhan perekonomian negeri. Bahkan dikatakan juga UMKM sebagai tulang punggung perekonomian dunia. Karena itu, pemerintah memberikan perhatian yang begitu besar kepada pelaku usaha kecil tersebut. Sebab bisa berdampak secara langsung bagi kehidupan masyarakat menengah ke bawah.
UMKM sendiri adalah sebuah bisnis produktif yang dilakukan oleh perorangan, kelompok, rumah tangga. Badan usaha kecil ini dikelola oleh masyarakat dari kalangan menengah ke bawah, dengan memenuhi standar sebagai usaha mikro. Saat ini ada 5 jenis usaha UMKM. Di antaranya usaha kuliner, fashion, kecantikan, agribisnis, dan otomotif.
Dikatakan UMKM memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian negeri. Yakni sebagai sarana untuk meratakan tingkat perekonomian masyarakat, meningkatkan kesejahteraan dengan mengentaskan dari kemiskinan, dan meningkatkan devisa negara dan menarik tenaga kerja serta menopang ekonomi di saat kritis.
Walaupun keberadaan UMKM dikatakan memiliki peran penting dalam menopang ekonomi negeri, tapi faktanya tidak demikian. Buktinya dengan terbukanya sektor ini membuat masyarakat gemar berbelanja. Hingga gaya hidup yang cenderung hedonisme, dan konsumtif mulai merebak di tengah warga. Misalnya bila ada barang yang menarik atau sedang viral, maka ramai-ramai membelinya. Hal inilah yang akhirnya dimanfaatkan oleh negara sebagai solusi agar ekonomi bisa bergerak. Pemerintah tidak mau tahu apakah yang dibeli itu kebutuhan pokok, sekunder, atau tersier. Bahkan pemberian bantuan BLT dianggap bisa menstimulus peningkatan konsumsi rakyat.
Itulah penyelesaian andalan pemerintah yang tidak bisa diselesaikan oleh sektor nonriil, yaitu uang hanya beredar dan muter-muter di kelas saham tanpa dirasakan secara langsung (nyata) oleh rakyat. Walau demikian, yang diuntungkan dari sikap konsumtif masyarakat ini bukanlah para pelaku UMKM. Kehadiran mereka hanya sebagai penghubung bagi sejumlah perusahaan besar. Sebab UMKM tidak semata-mata berdiri sendiri. Mereka dibina oleh perusahaan-perusahaan kapitalis yang tentunya tidak ada pembinaan yang gratis. Semuanya memakai modal, dan para kapital tentunya tidak mau rugi. Ironis bukan?
Sesungguhnya yang dibutuhkan para pelaku UMKM adalah modal dan keseriusan negara dalam menangani pemasaran produk mereka, bukan sekadar tempat pelatihan saja. Apalagi UMKM hanya solusi sementara dari masalah ekonomi. Kita tidak bisa selamanya bersandar pada sektor ini. Sebesar apapun perannya, tetap bukan merupakan sektor strategis. UMKM bukan usaha hulu, melainkan hanya hilir. Meski bisa menyerap tenaga kerja, dan pendapatannya besar, mereka tetap disetir oleh produsen hulu yang mayoritas dikuasai para cukong. Bahkan bahan dasar UMKM dipasok dari produsen hulu itu juga.