Opini

Tuntutan Sekolah Gratis, Mampukah Diwujudkan Sistem Kapitalis?

653
×

Tuntutan Sekolah Gratis, Mampukah Diwujudkan Sistem Kapitalis?

Sebarkan artikel ini

Oleh: Ninis

(Aktivis Muslimah Balikpapan)

Kedua kalinya orangtua di Samarinda kembali menggelar aksi protes. Mereka mempertanyakan biaya pendidikan yang makin mahal, Kamis (1/8/2024). Kali ini, demo digelar di depan Kantor Wali Kota Samarinda menyuarakan dugaan pungutan liar (pungli) di sejumlah SD dan SMP Negeri di Samarinda.

Aksi protes orangtua murid di Samarinda yang didominasi oleh kaum ibu-ibu lengkap dengan membawa perkakas dapur digelar Kamis (1/8/2024). Sebelumnya aksi pertama dilaksanakan 24 Juli 2024 beberapa pekan yang lalu. Mereka melakukan aksi kembali karena belum terlihat progress dari aksi sebelumnya. (kaltim.tribunnews.com/2024/08/02).

Ridwan Tasa Assistan 1 Pemkot Samarida bahkan sempat menuduh aksi yang dilakukan oleh orangtua karena ditunggangi emak-emak berdaster. Hal tersebut membuat para demonstran meradang. “Kami tidak terima dikatakan ditunggangi kepentingan. Kami ada di sini karena banyak anak-anak kami dapat intimidasi dan di-bully di sekolah cuma karena tidak bisa membeli buku yang seharusnya gratis dari dana BOS,” ujar Korlap Aksi, Nina.

Tidak hanya itu, mereka juga membawa bukti bahwa ada ancaman tidak naik kelas kalau tidak beli buku, tidak beli seragam dan banyak lagi. Mereka mempertanyakan kemana dana BOS itu digunakan karena untuk keperluan sekolah anak didik dibebankan pada orang tua semua. Padahal, tidak semua orang tua mampu membelinya. Mereka mengikuti aksi ini karena ingin memberikan pendidikan terbaik bagi anaknya namun tidak mampu menjangkau biaya pendidikan yang mahal.

Tak lama berselang permintaan maaf dilontarkan oleh Ridwan Tasa, ia mengatakan paham apa yang dirasakan oleh orangtua. Ia kembali menegaskan, keluhan dan tuntutan yang disampaikan akan ditindaklanjuti dengan serius. Bahkan dalam negoisasi awal, Ridwan Tasa telah mengatakan telah melakukan rapat ulang untuk membuat tim khusus guna menangani permasalahan tersebut. (kaltim.tribunnews.com/2024/08/01).

Sejatinya protes yang dilakukan Emak-emak berdaster mewakili suara hati mayoritas kaum ibu yang pusing mengatur keuangan keluarga. Biaya daftar ulang, uang pembangunan, seragam sekolah, buku paket yang mahal terlebih kehidupan juga makin sulit. Meskipun pemerintah berjanji akan segera minindaklanjuti namun akankah mampu menyolusi problem tingginya biaya pendidikan di negeri ini yang memakai aturan kapitalis?

*Kapitalis Gagal Wujudkan Sekolah Gratis*

Apa-apa harus bayar dan mahal adalah konsekuensi dari penerapan aturan sekuler kapitalis. Begitu berat beban yang harus ditanggung oleh rakyat karena negara menempatkan diri sebagai regulator dan fasilitator saja. Terlebih ini juga terjadi di sektor pendidikan yang juga berbayar dan mahal. Tentunya hal tersebut akan memberatkan orang tua.

Jika ada orang tua yang memiliki anak lebih dari satu pastinya akan menjadi lebih berat. Tak jarang akhirnya harus putus sekolah karena tidak mampu membiayai anak sekolah. Padahal seharusnya menjadi tanggung jawab negara menggratiskan biaya pendidikan termasuk buku dan seragam sekolah.

Wajarlah jika Emak-emak mengeluh karena negara abai menyelenggarakan pendidikan gratis. Padahal berdasarkan konstitusi Indonesia yakni Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pemerintah wajib menggratiskan pendidikan dasar. Hal tersebut diungkapkan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) M. Guntur Hamzah dalam sidang gugatan perkara gugatan uji materi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Selasa (23/7/2024).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *