Adanya kebijakan tunjangan perumahan untuk anggota DPR pada tahun 2024—2029 mendatang diharapkan dapat memudahkan anggota dewan untuk melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat, serta dapat menyalurkan aspirasinya.
Namun, faktanya tidak demikian. Seperti yang sudah terjadi sebelumnya, anggota DPR pada periode 2019—2024 mereka juga banyak yang mendapatkan tunjangan, tetapi tidak menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat. Lagi-lagi, mereka hanya bekerja untuk kepentingan pribadi atau partainya saja. Karena itu, pantas saja jika dikatakan bahwa langkah tersebut merupakan pemborosan anggaran negara yang hanya memperkaya mereka.
Ironinya, Indonesia saat ini masuk dalam daftar penduduk tunawisma terbanyak di dunia. Tercatat dengan peringkat ke-11 pada 2024, perkiraan mencapai tiga juga orang. Sementara itu, ada yang tidak memiliki rumah dan harus tinggal di jalanan. Mereka bisa dikatakan sebagai gelandangan. Ditambah lagi, masyarakat harus dibebankan dengan adanya Tapera, membuat hidup rakyat makin susah.
Sungguh miris, di tengah susahnya masyarakat untuk memiliki rumah, rasanya sangat tidak pantas apabila kebijakan tersebut terlaksana. Ditambah kondisi perekonomian masyarakat sedang tidak baik-baik saja. Sementara itu, properti seperti bahan bangunan setiap tahunnya terus mengalami kenaikan yang membuat masyarakat susah untuk memiliki rumah.
Demikianlah wakil rakyat dalam sistem demokrasi kapitalisme. Telah menjadi bukti nyata bahwa demokrasi adalah sistem yang salah. Sistem ini hanya mengacu pada politik dinasti yang hanya memperkaya para pejabat, tetapu menyengsarakan rakyat.
Wakil Rakyat dalam Islam
Berbeda halnya dalam Islam, penyebutan wakil rakyat dalam Islam adalah majelis umat yang berperan sebagai penyambung lidah rakyat serta dapat menyampaikan pendapat-pendapat rakyat. Menjadi majelis umat, tentunya sebuah amanah terbesar yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad). Dalam hadis lainnya Rasulullah saw. juga bersabda, “Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil, orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim.” (HR.Tirmidzi)
Dalam Islam, urusan rakyat sangat diprioritaskan. Islam tidak akan membiarkan rakyatnya sampai tidak memiliki rumah. Apalagi sampai berkeliaran di jalanan karena Islam sangat melarang orang untuk meminta-minta (pengemis). Pada masa kekhilafahan, menjadi pejabat suatu hal yang berat, bahkan ditakuti karena mereka harus bertanggung jawab atas itu. Ketakwaannya yang tinggi membuat mereka enggan untuk memanfaatkan jabatannya. Sungguh berbanding jauh dengan sistem kapitalisme, di mana jabatan justru dijadikan sebagai ajang untuk meraih keuntungan.
Islam juga mempunyai cara dalam mengelola harta kepemilikan yang terdiri dari harta individu, harta milik rakyat, dan harta negara. Apabila harta kepemilikan tersebut diatur menurut Islam, sungguh tidak akan lagi rakyat hidup susah dan pasti terjamin keadilannya.
Wallahualam bissawab.