Opini

Tujuan HARDIKNAS adalah Melanjutkan Merdeka Belajar: Siapa yang Merdeka?

183
×

Tujuan HARDIKNAS adalah Melanjutkan Merdeka Belajar: Siapa yang Merdeka?

Sebarkan artikel ini

Hingga kini, dunia pendidikan kita masih begitu miris terhadap kerusakan generasi. Berdasarkan hasil Asesmen Nasional 2021 dan 2022 atau Rapor Pendidikan 2022 dan 2023, sebanyak 24,4 persen peserta didik mengalami berbagai jenis perundungan (bullying). Sementara itu, menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), ada 30 kasus bullying sepanjang 2023. FSGI juga mencatat sepanjang 2023, ada 26,67% kekerasan seksual terjadi di sekolah dasar. Ini hanyalah angka yang tampak, belum kasus yang tidak terlaporkan.

Dalam hal ini tergambar bahwa peserta didik diarahkan kepada kompetensi/daya saing atas sesuatu yang bersifat materi, tetapi melupakan aspek pembinaan dan moral. Kurikulum Merdeka hadir dalam menguatkan sekularisme dan kapitalisme dalam kehidupan. Kapitalisme yakni ideologi yang sedang dianut oleh negara-negara di dunia termasuk negeri-negeri muslim. Ideologi yang terdepan dalam pencapaian penghasilan keuangan, nilai hasil belajar, popularitas, dan berbagai kemewahan duniawi. Kurikulum Merdeka dinilai gagal dalam melahirkan generasi yang baik kepribadiannya, dan menjadikan generasi muda terjajah budaya Barat yang rusak dan merusak.

Jelas dalam hal ini, siapa yang dianggap merdeka dalam kurikulum sekarang? Yaitu korporasi yang siap diberi tenaga kerja murah meriah. Kompetensi generasi muda meningkat, tetapi tidak dibarengi oleh moral yang baik. Agama dan moral hanya dijadikan materi pelajaran untuk mendapat nilai di rapor, tanpa ada impelentasi dalam kehidupan. Gaya hidup bebas yang difasilitasi oleh pendidikan membuat guru maupun peserta didik terlibat dalam kemaksiatan dan pelanggaran hukum. Ada guru merudapaksa peserta didik, ada peserta didik merundung temannya, ada orang tua melaporkan guru hanya karena tidak terima sang anak ditegur gurunya. Lebih parah lagi, ada peserta didik atau siswa menganiaya guru hingga meninggal. Kriminalitas di dunia pendidikan selalu terjadi.

Lalu bagaimanakah solusi yang menyentuh akar masalah dalam dunia pendidikan Indonesia? Benar apa yang dikatakan oleh salah satu aktivis pendidikan di dalam artikel ini. Bahwa Kurikulum Merdeka tidak ada filosofinya. Maka, solusi sistem pendidikan yang mengedepankan moral adalah Islam. Islam bukan hanya sebagai agama ibadah ritual semata. Sepanjang penerapannya selama 13 abad, Islam menjelma sebagai satu-satunya sistem yang mampu melahirkan generasi cerdas dan beradab.

Islam memprioritaskan pendidikan sebagai modal awal membangun peradaban. Pendidikan dalam sistem Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis. Manusia yang terlahir dalam sistem ini akan tangguh dalam hal kepribadian yang islami, menguasai pemikiran Islam dengan andal, menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi), juga memiliki keterampilan yang tepat dan berdaya guna. Kurikulum dalam sistem pendidikan Islam dibangun atas dasar akidah Islam. Pelajaran dan metodologinya diselaraskan dengan asas tersebut.

Guru harus memiliki kepribadian dan akhlak yang baik, menjadi contoh yang baik bagi peserta didik. Guru bukan sekadar penyampai ilmu, tetapi juga pembimbing yang baik. Agar guru melaksanakan tugasnya dengan baik dan profesional, mereka diberi fasilitas pelatihan untuk meningkatkan kompetensi, sarana dan prasarana yang menunjang metode dan strategi belajar, serta jaminan kesejahteraan sebagai tenaga profesional, yakni gaji yang memadai.

Agar dapat terwujud sistem pendidikan yang ideal, negaralah sebagai penyelenggara utama pendidikan. Negara berkewajiban mengatur segala aspek terkait pendidikan, mulai dari kurikulum hingga hak mendapat pendidikan yang layak bagi setiap warga negara. Sarana dan prasarana sekolah sampai kesejahteraan guru wajib dijamin oleh negara. Hal-hal pokok seperti ini tidak digubris oleh negara yang mengadopsi sistem sekuler kapitalisme sebagai ideologinya.

Bukti gemilangnya sistem pendidikan Islam adalah lahirnya ilmuwan-ilmuwan muslim yang bukan hanya cerdas dalam ilmu dunia, tetapi mereka mampu mengimbanginya dengan iman dan takwa. Selain ahli ilmu terapan, sebagian besar juga faqih fiddin, seperti: Al-Farabi, Al-Khawarismi, Jabir Ibni Hayyan, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, dan pendiri universitas pertama di dunia Fatimah Al-Fihri. Solusi fundamental adalah mengambil Islam secara kafah atau menyeluruh. Agar “merdeka” tidak hanya dirasakan oleh segelintir rakyat saja atau korporasi, tetapi seluruh rakyat Indonesia.

Wallahualam bissawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *