Penulis: Chusnatul Jannah
Masalah hidup bisa membuat mental tidak kuat. Istri sakit, utang melilit, seorang karyawan pabrik tewas tergantung di Jembatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Diketahui, aksi nekat ini dilakukan karena korban depresi karena istri sakit kanker rahim dan memiliki utang banyak. Tren bunuh diri kian meningkat di tengah kondisi ekonomi masyarakat sulit. Merasa buntu mencari jalan keluar, jalan instan pun dipilih untuk mengakhiri kesulitan hidup yang dihadapi.
Berdasarkan data Polri, selama periode Januari-Juni 2023 terdapat 585 laporan kasus bunuh diri di seluruh Indonesia. Kasus bunuh diri tertinggi terjadi di Jawa Tengah dengan jumlah 224 kasus. Disusul Jawa Timur 107 kasus, Bali 56 kasus, Jawa Barat 35 kasus, DI Yogyakarta 28 kasus, Sumatera Utara 26 kasus, Sumatra Barat 17 kasus, Lampung 16 kasus, Sulawesi Utara 13 kasus dan Bengkulu 12 kasus. (Inews, 11-9-2023)
Ngeri! Ratusan kasus bunuh diri makin meninggi. Alasan ekonomi kerap menghiasi motif bunuh diri. Inikah definisi masyarakat sedang sakit?
Darurat Kesehatan Mental
Faktor yang paling memengaruhi seseorang nekat bunuh diri adalah faktor internal, yakni kondisi kesehatan mental yang lemah. Mental lemah karena tidak terbentuk dalam dirinya keimanan yang kuat. Mengapa iman bisa lemah? Ini karena kehidupan sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan. Peran agama mengatur kehidupan terpinggirkan. Manusia yang fondasi imannya lemah lebih rentan terganggu kesehatan mentalnya.
Jika bunuh diri sudah menjadi tren, maka hal ini bukan lagi masalah kesehatan mental semata, tetapi ada faktor lain yang turut andil menjadikan seseorang mudah depresi, lemah menghadapi masalah hidup, gampang tersulut emosi sesaat, dan pikiran menjadi bimbang. Seakan solusi akhir dari peliknya kehidupan adalah kematian.
Akibat Kapitalisme
Selain faktor internal, terdapat faktor eksternal yang memicu seseorang melakukan aksi bunuh diri, di antaranya:
Pertama, impitan ekonomi. Kondisi ekonomi yang serba kurang dalam memenuhi kebutuhan pokok kerap menjadikan seseorang kalap. Ia bisa melakukan segala cara agar kebutuhan hidupnya terpenuhi. Adakalanya mengambil jalan utang melalui pinjaman online. ada pula yang nekat main judol demi mendapat cuan yang lebih besar. Kebanyakan, karena terjerat pinjol dan judol, bunuh diri dipilih sebagai solusi keluar dari masalah.
Ditambah, jika pendapatan tidak sebanding dengan besaran utang. Pemasukan kurang, utang makin membengkak, akhirnya stres, depresi, lalu berakhir dengan bunuh diri.
Kondisi ini terjadi karena penerapan sistem kapitalisme menjadikan negara tidak memberi jaminan pemenuhan kebutuhan pokok. Semua biaya hidup ditanggung sendiri oleh individu. Sebut saja harga pangan mahal, beli tanah dan rumah juga makin mahal, tarif pajak naik, retribusi naik, biaya pendidikan mahal, kesehatan juga tidak gratis. Sementara, ada segelintir orang mendapatkan semua kebutuhan itu dengan mudah. Kesenjangan sosial pun tidak terelakkan. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin merana.