Oleh: Diana Nofalia, S.Pd
(aktivis muslimah)
Ketika kebutuhan hidup semakin meningkat, tentunya memiliki pekerjaan adalah sesuatu yang diimpikan oleh setiap individu masyarakat. Tapi kenyataannya lapangan kerja itu makin hari makin sempit. Masyarakat makin sulit mendapatkan pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan dirinya ataupun keluarganya.
Tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 5,2% tertinggi dibandingkan enam negara lain di Asia Tenggara (Asean).
Dana Moneter Internasional (IMF) pada World Economic Outlook April 2024 menyatakan posisi ini tak berubah dari tahun lalu, namun angkanya lebih rendah yakni 5,3%.
Kemudian Filipina berada di posisi kedua yakni 5,1%, disusul Brunei Darussalam yakni 4,9%, Malaysia 3,52%, Vietnam 2,1%, Singapura 1,9% dan Thailand 1,1%. (https://infografis.okezone.com/detail/783171/pengangguran-indonesia-tertinggi-di-asean?utm_medium=sosmed&utm_source=whatsapp)
Tingginya pengangguran menunjukkan kegagalan negara menciptakan lapangan pekerjaan untuk rakyat. Hal ini tentunya disebabkan oleh banyak faktor. Mulai dari faktor lapangan kerja yang makin sempit dan sulit sampai persaingan di dunia kerja yang makin sengit.
Selain itu kebijakan salah strategi sehingga terjadi deindustrialisasi, lulusan SMK/PT tak terserap dalam dunia kerja sementara TKA justru masuk ke Indonesia. Kondisi ini juga makin meningkatkan angka penganggaran dalam negeri makin tinggi.
Pengelolaan SDA ala kapitalisme mengakibatkan tenaga ahli dan tenaga kerja diambil dari negara asing. Akibatnya, rakyat sendiri kehilangan kesempatan kerja sampai harus jadi TKI. Jika kondisi ini dibiarkan terus-menerus, tentunya kesejahteraan rakyat akan makin jauh dari harapan. Ketika rakyat tidak sejahtera, maka akan melahirkan masalah-masalah lainnya seperti tingkat kriminal yang tinggi, tingkat pendidikan yang rendah dan lainnya.