Oleh: Bunda Aisyah
Pemerintah Kota Probolinggo melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap makanan dan minuman di sejumlah swalayan di Kota Probolinggo pada Rabu (20/3/24). Hasilnya, petugas menemukan kemasan penyok dan makanan yang mengandung babi bercampur dengan makanan halal. Dalam sidak tersebut, petugas secara intensif memeriksa makanan ringan hingga parcel, dengan fokus pada tanggal kedaluwarsa, tanggal produksi, komposisi, dan kondisi kemasan. (wartabromo, 20/3/2024)
Beberapa waktu setelahnya, petugas dari Dinas Pertanian (Disperta) Kabupaten Probolinggo bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan pedagang, berupa penyembelihan ayam yang tidak sesuai dengan syariat Islam di pasar tradisional Bantaran, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo. (wartabromo, 1/4/2024)
Pelanggaran dalam penyembelihan hewan yang tidak sesuai syariat dan juga temuan makanan tidak halal kerap ditemukan di swalayan-swalayan baik di kota maupun kabupaten Probolinggo. Seperti temuan beberapa jenis mie Korea yang diduga mengandung unsur babi dan turunannya.
Di Indonesia, jaminan halal telah ditetapkan dalam undang-undang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), terdapat tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya penahapan pertama pada Oktober mendatang. Di antaranya: (1) pedagang produk makanan dan minuman; (2) pedagang bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman; (3) pedagang produk hasil sembelihan dan pemilik jasa penyembelihan. Ketiga kelompok pedagang tersebut harus sudah memiliki sertifikat halal pada 17 Oktober 2024.
Menurut kepala BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal), sertifikasi ini berlaku bagi semua pelaku usaha, termasuk pedagang kaki lima (PKL). Masyarakat secara umum mengetahui jika para pelaku usaha kaki lima omsetnya tidaklah besar dan kewajiban untuk sertifikat akan menambah beban mereka. Terlebih, pengurusan sertifikat halal membutuhkan biaya dan hanya ada 1 juta pengurusan sertifikat halal gratis. Lalu bagaimana dengan PKL lainnya?
Jaminan Halal dalam Sistem Kapitalisme
Kapitalisme memandang bahwa dalam pengelolaan makanan pun berorientasi pada keuntungan ekonomi semata bukan orientaai halal dan haram. Sehingga, dalam pengelolaan bahan makanan tidak mempertimbangkan makanan yang baik bagi kesehatan dan juga halal. Selama konsumen mencari hasil olahan produk tersebut, maka akan terus diproduksi. Begitupun dalam pendistribusiannya, tidak memandang siapa calon konsumennya, meski di wilayah muslim sekalipun akan didistribusikan makanan yang tidak halal.
Beberapa upaya dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), seperti inspeksi mendadak terhadap swalayan-swalayan guna mencari makanan dan minuman yang tidak halal. Ketika ditemukan makanan tidak halal, maka langkah yang diambil adalah pendataan dan penarikan makanan dan minuman tersebut. Kemudian, Pemilik swalayan akan diberi pembinaan agar teliti dalam memilih produk. (Wartabromo, 20/03/20024)