Oleh: Dina Nurdiani
(Aktivis muslimah)
Di media sosial saat ini sedang ramai membicarakan perihal Tapera. Banyak sekali penolakan yang dilontarkan masyarakat atas kebijakan pemerintah ini. Sebab di tengah himpitan ekonomi dan kesulitan memenuhi kebutuhan sehari hari, rakyat akan dibebani lagi dengan kebijakan baru yaitu Tapera. Tidak heran jika rakyat memplesetkan Tapera itu dengan arti “Tambahan penderitaan rakyat” atau “Tabungan pemalakan rakyat”.
Tapera adalah singkatan dari Tabungan Perumahan Rakyat. Dasar hukum tentang Tapera sendiri diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) no 21 tahun 2024 tentang perubahan atas PP no 25 tentang penyelenggaraan tapera. Tapera atau tabungan perumahan rakyat adalah penyimpanan secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan atau di kembalikan berikut hasil penumpukannya setelah kepesertaannya berakhir, pasal 1 PP no 25 /2020.
Dalam PP tersebut gaji pekerja di Indonesia seperti PNS, Karyawan swasta dan Pekerja lepas (Freelancer) akan di potong 3% untuk dimasukkan ke dalam rekening tapera. Pasal 5 PP no 21/2024 menyebutkan bahwa peserta tapera adalah para pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, telah berusia paling rendah 20 tahun atau sudah kawin saat mendaftar. (Muslimahnews, 01/06/2024)
Tapera Untuk Rakyat kah?
Tapera diluncurkan pemerintah dengan niatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal. Namun kebijakan tersebut banyak ditentang oleh masyarakat, terutama para pekerja. Berbagai macam program seperti pajak penghasilan, jaminan hari tua, jaminan pensiun, bpjs kesehatan, sudah membebani rakyat. Jadi kalau sekarang ditambah lagi dengan iuran tapera sebesar 3%, maka semakin memperkecil jumlah pendapatan yang akan diterima oleh para pekerja.
Jumlah tenaga Indonesia per 2024 sekitar 150 juta jiwa dengan UMR terendah Rp 2.038.005, UMR tertinggi Rp 5.257.835, dan rata rata UMR Rp 3.647.920
Uang tapera 3% x 3.647.920=109.437 per bulan/kepala. Jika uang terkumpul di pemerintah per bulan sekitar Rp16,5 triliun, setahun sekitar 197 triliun. Lalu uang ini buat apa? Yakin mau buat rumah?.
Misal, harga rumah sebesar Rp 300 juta dengan menabung per bulan Rp 109 437 kita butuh waktu 2741 bulan alias 228, 5 tahun baru bisa terbeli itu rumah. Yakinkah umur kita sanggup mencapai 228,5 tahun? Apakah masuk akal?
Pandangan Islam tentang Tapera
Islam menganjurkan untuk menabung dalam bentuk emas. Betapa mulianya Islam dalam mengatur kehidupan. Ketika terjadi inflasi harga emas itu halal. Allah menciptakan emas ini seperti barang yang tidak ada habisnya tapi susah di cari karena harga emas makin hari semakin meningkat. Dengan menabung dalam bentuk emas, kita aman dan tidak digunakan untuk apa-apa oleh orang lain. Sedangkan kalau sekarang kita ikut iuran apakah dapat terjamin uang kita aman. Jangan-jangan nantinya jadi lahan untuk dikorupsi lagi oleh para pejabat. Tampaknya pemerintah tidak mau berkaca dari korupsi Asabri, Jiwasraya, Taspen. Betapa amburadulnya lembaga tersebut dalam mengelola amanah dari rakyat.