Oleh : Siti Marhawa
(Pemerhati Masalah Ummat)
Kebijakan baru soal pemotongan gaji pekerja untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tengah heboh diperbincangkan masyarakat. Bahkan, banyak masyarakat yang menolak untuk mengikuti program tersebut.
Dirjen PHI & Jamsos Kemnaker RI Indah Anggoro Putri mengatakan penolakan tersebut karena masyarakat belum mengenal bagaimana program Tapera sebenarnya. Ia mengungkapkan pemotongan gaji pekerja untuk iuran Tapera belum diterapkan, melainkan masih dilakukan diskusi dan sosialisasi lebih lanjut.
Masyarakat beranggapan kebijakan ini tidak masuk akal dan semakin memperberat rakyat karena bersifat wajib. Padahal, namanya iuran yang sifatnya menabung seharusnya tidak memaksa. Banyaknya kebutuhan, biaya hidup yang meningkat di tengah keterbatasan dan gaji pas-pasan justru semakin menyusut karena dipangkas berkali-kali.
Sejatinya, pekerja dengan gaji UMR sudah dipotong dengan beragam program seperti BPJS kesehatan, pajak penghasilan, jaminan pensiun, jaminan kematian, jaminan hari tua, ditambah lagi Iuran Tapera dengan potongan 3% semakin memperkecil nominal gaji yang akan diterima mereka. Bukannya untung, justru yang ada tambah buntung.
Jangankan rakyat biasa, Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar saja menilai, kebijakan iuran Tapera tidak masuk akal untuk menyediakan hunian rakyat yang terjangkau selama pemerintah tidak melakukan intervensi apapun terhadap penguasaan tanah, harga tanah, dan pengembangan kawasan baru. ( https://www.bbc.com/indonesia/articles/cyxxjdwk5z8o)
Sudah menjadi Rahasia umum dalam sistem kapitalisme tanah hanya dikuasai oleh segelintir orang, yaitu pemilik modal. Belum lagi sistem ekonominya yang memberi kebebasan penuh pada semua orang melakukan kegiatan ekonomi untuk memperoleh keuntungan. Negara hanya berperan sebagai pengawas saja, tidak dapat ikut campur sehingga membeli rumah dengan harga murah sebagaimana yang digadang-gadang adalah mustahil.
Belum lagi Indonesia memiliki rapor buruk dalam pengelolaan uang rakyat, justru uang iuran Tapera sangat rentan untuk diselewengkan sebagaimana program Taspen, Jiwasraya, dan Jaminan sosial di Asabri. Seharusnya negaralah yang menjamin dan bertanggung jawab sebagai penyedia kebutuhan papan untuk rakyatnya. Bukannya justru berlepas tangan, memalak rakyat, tanpa permisi dan diskusi seenaknya memotong gaji mereka.
Negara seolah-olah tak peduli kesulitan dan beban rakyat yang sudah pontang-panting mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup yang tidak dijamin negara. Apakah negara mampu menjalankan amanah dengan iuran yang memiliki potensi miliaran ini, sedangkan pemerintah yang berwatak kapitalis seringkali menjadikan rakyat sebagai objek yang bisa diperas. Patut dipertanyakan untuk apa sebenarnya program ini dibuat?
Benarkah untuk kepentingan rakyat atau justru untuk kepentingan para kapital. Jika untuk para kapital artinya program Tapera hanyalah akal-akalan pemerintah yang mengatasnamakan rakyat.