Oleh Neneng Sriwidianti
Pengasuh Majelis Taklim
“Dari rumahlah peradaban Islam bermula.”
Ungkapan di atas menggambarkan bahwa rumah dalam Islam tidak hanya tempat tinggal dan beristirahat. Lebih dari itu, dalam Islam rumah adalah pencetak generasi cemerlang yang senantiasa taat kepada Tuhannya. Rumah juga berfungsi sebagai peletak dasar kepemimpinan dan menyiapkan generasi pejuang. Melalui tugas ibu yang Allah gariskan sebagai Ummu wa rabbatul bait (ibu dan pengatur rumah). Dari rumah, lahirlah generasi gemilang yang telah berhasil mencetak peradaban sejauh mata memandang.
Ironisnya, saat ini mendamba sebuah rumah dengan ukuran minimalis sekalipun tak terbayangkan. Bukan hanya harganya yang melangit, tetapi kebijakan negara yang akan mengambil pajak atas kegiatan membangun rumah sendiri telah menghapus angan rakyat untuk memilikinya. Padahal, rakyat juga telah dibebani dengan berbagai pungutan pajak yang dipalak saat ini.
Pemerintah di akhir jabatannya telah menetapkan, bahwa membangun rumah sendiri akan kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN). UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias Undang-Undang (UU) HPP yang mengatur kenaikan tarif PPN atas kegiatan membangun rumah sendiri (KMS) dari yang sebelumnya 2,2% menjadi 2,4% per 1 Januari 2025. Rumah yang dikenai PPN adalah bangunan yang berdiri di atas bidang tanah dan/atau perairan dengan konstruksi utamanya dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis dan luas bangunan paling sedikit 200m2. (tirto.id, 13/9/2024)
Akibat Penerapan Sistem Kapitalisme
Kebijakan pemerintah ini, semakin menegaskan bahwa sistem yang diterapkan yaitu kapitalisme sekuler adalah negara pemalak yang tidak punya hati. Padahal, rumah merupakan masalah urgen yang dihadapi masyarakat hari ini. Saat ini, banyak orang yang tidak memiliki rumah. Ada juga yang memiliki rumah tapi kondisinya tidak layak. Perbedaan antara si kaya dan miskin begitu lebar. Segelintir orang bisa punya rumah banyak, sedangkan yang lainnya tidak punya rumah. Bahkan, mereka terpaksa harus hidup beratapkan langit.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa jumlah rumah tangga yang belum mempunyai rumah dalam lima tahun terakhir mencapai belasan juta. Mereka tinggal di rumah kontrakan, rumah orang tua, atau menumpang di kerabat. Pada tahun 2021 misalnya ada 14,3 juta rumah tangga yang tidak tinggal di rumah sendiri. Daerah khusus Ibu Kota Jakarta menjadi wilayah dengan tingkat kepemilikan hunian terendah di Indonesia.
Hal ini menunjukkan betapa timpangnya kepemilikan rumah di negeri ini. Kondisi ini adalah sebuah keniscayaan yang terjadi dalam sistem kapitalisme, karena kapitalisme mengadopsi liberalisme ekonomi yang melegalkan para pengusaha bermodal besar menguasai tanah seluas-luasnya. Mirisnya lagi, negara memberi kemudahan dan insentif pada perusahaan properti sehingga mereka leluasa menguasai tanah seluas-luasnya.
Sedangkan rakyat kecil kesulitan memiliki rumah. Bagi mereka membeli satu rumah saja butuh waktu berapa tahun untuk mengumpulkan modal. Ditambah lagi harga tanah dan material semakin hari semakin melangit. Jangankan rumah, mereka pun merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang semakin melonjak.
Pemerintah pun gagal menyediakan lapangan pekerjaan dengan upah yang layak bagi masyarakat. Akibatnya dengan upah yang minim, mereka tidak mampu untuk membangun sebuah rumah. Sementara itu, rakyat yang bisa membangun rumah sendiri justru dipalak dengan pajak yang tinggi. Padahal, selama ini rakyat sudah dikenai PPh, PPN, PBB, PKB, maupun jenis pajak lainnya. Sungguh, pemerintah telah bertindak zalim kepada rakyat.
Jelaslah, bahwa pemerintah hari ini abai terhadap urusan rakyat dan tidak berusaha untuk meringankan beban rakyat. Padahal, pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rakyatnya mulai dari papan, sandang, papan (perumahan), kesehatan, pendidikan, dan keamanan.
Islam Menjamin Perumahan Rakyatnya
Hanya dalam sistem pemerintahan Islam, yang menjamin tersedianya perumahan bagi rakyatnya. Penerapan sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan rakyatnya orang per orang. Negara (khilafah) menyediakan lapangan pekerjaan yang luas dengan upah yang layak sehingga rakyat bisa hidup sejahtera dan bisa mengumpulkan hasil kerjanya untuk memenuhi kebutuhannya berupa sandang, pangan, dan papan. Bukan hanya itu, negara juga menjamin kebutuhan papan masyarakat dengan mengeluarkan kebijakan yang memudahkan masyarakat untuk mempunyai rumah. Kebijakan tersebut antara lain penerapan sistem ekonomi Islam yang mewujudkan stabilitas harga rumah, tanah, bahan baku bangunan, sehingga biaya membangun rumah bisa ditekan seminimal mungkin.
Seorang khalifah juga akan menyediakan perumahan subsidi dengan dua tipe. Pertama, negara menyediakan rumah murah bahkan gratis. Kedua, negara mengeluarkan kebijakan bagi rakyat yang memiliki tanah dengan memberikan subsidi biaya pembangunan rumah. Tujuannya memberi kemudahan bagi rakyat untuk membangun rumah.
Khilafah juga akan mempermudah rakyat memiliki tanah dengan penerapan hukum-hukum seputar tanah. Rakyat tidak harus membeli untuk bisa memiliki tanah. Bahkan mereka bisa memiliki tanah secara gratis dan legal. Hukum-hukum yang mengatur seputar tanah itu adalah: