By : Ananta Jelita
Polemik uang kuliah tunggal (UKT) kian membara. Mahasiswa dari berbagai universitas bergiliran berdemonstrasi menolak kenaikan UKT, tak terkecuali Universitas Sumatera Utara(USU) mahasiswa bersama BEM nya bergerak menuntut transparansi kenaikan UKT pada 08 Mei lalu. Pasalnya UKT naik hingga 200%, misal pada Fakultas Kedokteran, yang awalnya untuk golongan VIII berkisar di 10jt rupiah, tahun ini naik 200% menjadi 30jt rupiah.
Sebenarnya, kenaikan UKT nyaris dilakukan PT setiap tahunnya dengan alasan inflasi yang menyebabkan biaya operasional pendidikan naik. Namun tahun ini, setelah ditetapkannya Keputusan Mendikbudristek No. 54/P/2024 dan Permendikbud No. 2/2024 tentang Besaran Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada PTN, kenaikan UKT dianggap tidak masuk akal sebab naiknya mencapai berkali lipat.
Inilah salah satu dampak dari liberalisasi perguruan tinggi negri di Indonesia. Dengan dikeluarkannya UU Perguruan Tinggi Negri Badan Hukum Milik Negara(PTN-BHMN), negara tidak menambah anggaran biaya pada perguruan tinggi, yang ada malah mengurangi. Pemerintah memberikan hak otonom kepada PTN dan kampus, hingga bebas untuk mencari sumber dana sendiri. Maka segala cara ditempuh untuk mendapatkan sumber dana, jalur mandiri dengan penerapan biaya tinggi adalah salah satu caranya. Tanpa sadar pengkotakan pendidikan tinggi kian nyata. Manisnya Pendidikan Tinggi yang berkualitas hanya dapat dirasakan oleh kaum elite berduit.