Oleh Herra
Aktivis Muslimah
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengungkapkan betapa tidak masuk akalnya rencana pemerintah menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%. Menurut dia, kenaikan itu hanya menyengsarakan rakyat, namun tidak signifikan menambah penerimaan negara.
Faisal menilai rencana kenaikan PPN menjadi 12% juga tidak adil. Sebab, pemerintah masih jor-joran memberikan banyak insentif fiskal kepada korporasi besar dan telah menghitung tambahan penerimaan negara dari kenaikan PPN. Menurutnya, tambahan pendapatan yang bisa didapat tidak lebih dari Rp100 triliun. Sementara, kata dia, pemerintah sebenarnya bisa memperoleh penerimaan yang jauh lebih besar ketika menerapkan pajak ekspor batu bara.
Dia memperkirakan penerimaan negara dari pajak ekspor batu bara bisa mencapai Rp200 triliun. Namun, memang pada dasarnya pemerintah tak mau melakukannya, sehingga memilih menekan rakyat kecil. Sebagaimana diketahui, rencana kenaikan PPN menjadi 12% tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). UU tersebut memberikan mandat kepada pemerintah untuk menaikkan PPN dari 11% menjadi 12% pada awal 2025. Jakarta, CNBC Indonesia.
Kebijakan pajak atas rakyat dalam berbagai barang dan jasa merupakan kebijakan yang lahir dari sistem kapitalis. Oleh karena itu, penarikan pajak dengan segala konsekuensinya adalah satu keniscayaan dalam sistem kapitalis.
Kapitalisme menjadikan pajak sebagai sumber dana pembangunan. Diterapkan kepada siapa saja karena merupakan kewajiban rakyat. meskipun begitu kapitalisme sering tidak berlaku adil kepada rakyat. Hal ini terkait dengan peran negara dalam kapitalisme. Negara berperan sebagai regulator dan fasilitator yang sering berpihak kepada para pengusaha dan abai kepada rakyat. Pengusaha mendapat kebijakan keringanan pajak, sementara rakyat dibebani berbagai pajak yang makin memberatkan hidup rakyat. Dan kewajiban pajak ini makin menyengsarakan rakyat. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, sudahlah harga barang semakin tinggi, mencari kerja susah, pendidikan mahal, dan sekarang di perberat dengan kenaikan pajak.