Awal tahun 2025 disambut dengan kenaikan pajak. Pajak merupakan pendapatan terbesar Negara yang berharap bisa mensejahterakan rakyatnya.
Sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 yang bersisi kenaikan PPN bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mendukung pemulihan ekonomi di negeri ini serta terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Adanya keputusan pemerintah tentang kenaikan pajak dari 11% menjadi 12% tidak disambut hangat oleh masyarakat, malah mendapatkan protes keras kepada pemerintah. Mengapa tidak? Karena sebagaimana yang kita ketahui, pajak ditarik dari semua kalangan tidak pandang status si kaya atau si miskin.
Status perekonomian di Negeri ini masih menghawatirkan, masih banyak rakyat yang sulit mendapatkan makanan pokok, layanan Pendidikan dan Kesehatan yang layak, sulitnya mencari pekerjaan dan masih banyak lain.
Pemerintah menjawab semua kegelisahan masyakarat, kenaikan PPN menjadi 12% berlaku hanya jenis barang dan jasa yang premium. Untuk barang dan jasa biasa tidak mengalami kenaikan PPN. Pemerintah pun menjanjikan untuk memberikan fasilitas di awal tahun 2025 berupa diskon listrik 50% dan bantuan beras selama 2 bulan sebanyak 10 kg, perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% untuk UMKM, Insentif PPh 21 ditanggung pemerintah (DTP) untuk industri padat karya; serta berbagai insentif PPN lain dengan total alokasi mencapai Rp265,6 T untuk tahun 2025. Ini menunjukkan pemerintah hanya memberikan solusi jangka pendek saja.
Dalam Islam, sumber pendapatan terbesar negara bukan berasal dari pajak namun dari Baitul mal. Baitul mal merupakan Lembaga yang mengatur dan mengelola pendapatan dan pengeluaran negara. Di dalamnya ter diri dari harta rampasan perang (anfal, ganimah, fai, dan khumus), pungutan dari tanah yang berstatus kharja, jizyah (pungutan dari nonmuslim yang tinggal di negara Islam), harta milik umum, harta milik negara, ‘usyur (harta yang ditarik dari perdagangan luar negeri), harta tidak sah para penguasa dan pegawai negara atau harta hasil kerja yang tidak diizinkan syarak, khumus barang temuan dan barang tambang, harta kelebihan dari (sisa) pembagian waris, harta orang-orang murtad, dharibah, dan harta zakat.
Sumber Daya Alam pun dijadikan sebagai sumber pendapatan negara sehingga tidak seenaknya menjual atau di Kelola oleh individua tau perusahan asing. Karena SDA merupakan aset negara.
Jika aturan tersebut diterapkan dan dikelola dengan benar oleh negara.