Opini

Sulitnya Makanan Halal dan Thoyyib di Negara Kapitalisme

670
×

Sulitnya Makanan Halal dan Thoyyib di Negara Kapitalisme

Sebarkan artikel ini

 

Oleh Tutik Haryanti
Pegiat Literasi

Kabar mencengangkan datang dari dunia kesehatan. Terdapat banyak anak Indonesia yang terdeteksi mengalami gagal ginjal, dan harus menjalani cuci darah.

Dikutip dari laman healty.detik.com (06/08/2024), Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta Ani Ruspitawati mengungkapkan ada sekitar 60 anak rutin mendatangi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM). Hal ini karena anak-anak tersebut memiliki kondisi gagal ginjal.

Dinkes DKI mencatat, pada 2023 ada 439 kasus gagal ginjal pada anak. Data ini berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Online Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes).

Sebenarnya apa yang menjadi penyebab anak-anak terkena gagal ginjal ? Lantas adakah solusi bagi masyarakat, agar senantiasa terjaga kesehatan dan keamanan makanan minumannya, terutama pada anak-anak?

Berawal dari Pola Hidup

Saat ini masyarakat cenderung memilih pola hidup yang serba instan. Termasuk dalam hal memilih makanan. Makanan cepat saji menjadi pilihan pertama bagi mereka yang malas gerak (mager). Apalagi saat ini menu olahan cepat saji banyak dijual bebas di masyarakat. Seperti, minuman dan makanan kemasan yang mengandung pemanis, pewarna, perasa buatan, yang membahayakan bagi kesehatan.

Sebagaimana ditemukannya salah satu merk roti yang sedang viral di masyarakat, mengandung zat berbahaya yakni bahan pengawet kosmetik sodium dehydroacetate.

Para ahli kesehatan menjelaskan, bahwa sebenarnya makanan cepat saji mengandung tinggi gula. Ketika makanan dan minuman tersebut dikonsumsi secara berlebihan, maka dapat meningkatkan gula darah dalam tubuh. Tingginya gula darah inilah yang menimbulkan penyakit diabetes. Apabila penyakit diabetes sudah pada tahap kronis, maka penderita akan mengalami gagal ginjal, sehingga perlu tindakan cuci darah.

Di sisi lain, faktor kemiskinan juga memengaruhi kesehatan. Masyarakat yang hidup dengan kondisi pas-pasan tentunya akan memilih makanan yang murah meriah asal mengenyangkan. Hal ini disebabkan melonjaknya harga kebutuhan pangan. Sehingga kondisi masyarakat ekonomi bawah tak mampu menjangkau akses pangan yang bergizi.

Demikian pula rendahnya pengetahuan dan literasi masyarakat, ditambah cara berpikir pragmatis, membuat mereka lebih memilih makanan instan.

Demi Keuntungan

Makanan instan memang lebih disukai anak-anak, semisal burger, pizza, sosis, nuget, kentang goreng dan sejenisnya. Serta minuman-minuman dalam kemasan yang mudah ditemukan di warung dekat rumah. Di samping harganya terjangkau, rasanya juga tak kalah enak di lidah anak-anak. Permintaan konsumen pun jadi meningkat. Ini membuat produsen berlomba-lomba memroduksi makanan dan minuman dengan berbagai varian, yang membuat anak-anak makin tertarik untuk mencoba.

Tentu bagi pelaku industri ini menjadi bisnis yang menjanjikan. Sehingga mereka memroduksi sebanyak-banyaknya, meski mengabaikan aspek kesehatan dan keamanan masyarakat. Bagi pebisnis dalam kapitalisme, keuntungan provit menjadi prioritas utama.

Inilah konsekuensi dari kapitalisme. Produsen akan mencari untung sebanyak-banyaknya, meskipun konsumen dirugikan. Demi keuntungan yang banyak, mereka tidak lagi mempertimbangkan kesehatan dan keamanan masyarakat.

Negara Abai

Terciptanya kesehatan dan keamanan pada makanan dan minuman yang dikonsumsi masyarakat, menjadi tanggung jawab pemerintah atau negara. Negara harus segera turun tangan dalam mengatasi, maraknya penyakit gagal ginjal yang terjadi pada remaja dan anak-anak.

Sayangnya, negara abai dalam memberikan pelayanan terbaik tersebut. Makanan dan minuman yang beredar berkadar gula tinggi lolos dari pengawasan. Harusnya negara memberikan kontrol terhadap kadar gula pada makanan dan minuman yang diedarkan di pasaran, serta mencukupi nilai gizinya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *