Opini

Subsidi BBM Berganti, Apakah BLT Bisa Jadi Solusi?

69

Oleh: Siti Zaitun.

Wacana pemberian bantuan langsung tunai (BLT) untuk masyarakat kurang mampu terus bergulir. Pemberian BLT tersebut merupakan bentuk dari pengalihan subsidi bahan bakar minyak ( BBM) dan listrik yang selama ini dianggap tidak tepat sasaran. Akan tetapi pengalihan subsidi BBM dan listrik akan membawa dampak besar bagi seluruh lapisan masyarakat. Kenaikan biaya hidup akan dirasakan ketika BBM dan listrik tidak lagi bersubsidi.

Kemudian skema subsidi BBM, listrik, dan LPG masih digodok oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM) Bahlil Lahadalia. Perubahan skema subsidi menjadi bantuan langsung tunai (BLT) merupakan salah satu opsi yang akan diambil pemerintah. Rencana untuk menggodok perubahan skema subsidi dilakukan lantaran dianggap tidak tepat sasaran. Misalnya BBM bersubsidi yang masih banyak dinikmati oleh mobil pribadi. Subsidi senilai Rp 435 triliun yang terdiri dari BBM, listrik dan LPG dinilai perlu untuk diatur kembali agar tepat sasaran. ( liputan6. com, 02/11/2024).

Subsidi dalam Kapitalisme pengalihan subsidi BBM dan listrik akan sangat berdampak pada kehidupan rakyat. Dampak yang akan dirasakan oleh rakyat berupa naiknya harga BBM dan mahalnya tagihan listrik yang harus dibayar. Ini terjadi seiring dialihkannya subsidi menjadi BLT, padahal selama ini harga BBM dan biaya listrik masih terhitung mahal meskipun mendapat subsidi. Di sisi lain, pengalihan subsidi akan berdampak pada naiknya harga barang dan jasa. Ini terjadi karena sebagian besar proses produksi maupun distribusi barang dan jasa masih membutuhkan BBM maupun listrik. Naiknya harga barang dan jasa bisa memicu terjadinya inflasi. Hal ini akan makin memberatkan kehidupan masyarakat terutama masyarakat miskin.

Detik.com.Sementara itu, pemberian BLT bagi masyarakat miskin bukanlah solusi yang tepat, sebab nilai bantuan yang diberikan tidak sebanding dengan naiknya biaya hidup yang harus ditanggung rakyat kecil. Selain itu, pemberian BLT dapat membuka celah terjadinya korupsi maupun pemotongan dana oleh oknum- oknum nakal. Seperti kasus dugaan penyelenggaraan BLT senilai Rp 359,500 juta oleh Mantan Kepala Desa Baruh Kecamatan Kota Sampang berinisial AM. ( 13/09/2023).

Selain itu, data penerima bantuan pun rawan terjadinya tindakan manipulasi data sehingga pemberian BLT tidak tepat sasaran. Berdasarkan catatan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi, kerugian negara sebesar Rp 523 miliar per bulan akibat bantuan sosial yang salah sasaran pada awal 2021 hingga awal 2023,kompas.id, 06/09/2023). Dari fakta diatas, maka jelas pengalihan subsidi BBM dan listrik menjadi BLT bukanlah solusi.

Maka akar dari permasalahan subsidi tersebut adalah akibat dari penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Dalam sistem kapitalisme, sumber daya alam yang ada bebas dikuasai oleh swasta maupun asing, sehingga sumber pemasukan negara begitu terbatas. Selain itu, negara dalam sistem kapitalisme pun memandang subsidi yang diberikan kepada rakyat merupakan beban bagi negara. Oleh karena itu, pengurangan hingga dicabutnya subsidi merupakan hal yang wajar dalam sistem kapitalisme.

Sementara itu, bantuan langsung tunai yang diberikan oleh negara dalam sistem kapitalisme sejatinya bagai racun berselimut madu. Hal ini dikarenakan bantuan yang diberikan tidak akan sebanding dengan naiknya kebutuhan hidup yang harus ditanggung rakyat. Selain itu, pengalihan subsidi merupakan cara negara melepas tanggung jawab besar dalam melayani rakyatnya. Di sisi lain, pemberian BLT pun merupakan salah satu cara penguasa untuk melakukan pencitraan demi meluluhkan hati rakyat. Melalui berbagai bantuan, masyarakat akan melihat jika penguasa begitu peduli pada kehidupan rakyat. Alhasil, rakyat akan lupa pada sumber daya alam yang digondol swasta maupun asing, padahal sumber daya alam yang ada sebenarnya adalah milik seluruh rakyat.

Exit mobile version