Oleh: Siti Aminah, S.Pd (Pegiat Literasi)
Kesejahteraan rakyat adalah sesuatu yang harus menonjol dalam sebuah negara. Sehingga negara menjadi gardan terdepan mengurusi urusan rakyat, tanpa ada pandang bulu. Apalagi terkait kebijakan-kebijakan yang diterapkan harus melihat seluruh rakyat, jangan melihat hanya segelintir orang saja yang hidup di wilayah tersebut. Ditambah lagi membuat standar hidup layak berdasarkan pendapatan perkapita.
Dilansir oleh Tempo.co, BPS merilis standar hidup layak per kapita sebesar Rp 1,02 juta per bulan. Tak mencerminkan keadaan riil (22/11/2024).
Juga dari CNN Indonesia, buruh ramai-ramai merespons rilis Badan Pusat Statistik (BPS) terkait standar hidup layak 2024 sebesar Rp1,02 juta per bulan. Meski namanya ‘standar’, BPS menegaskan ini bukan kriteria layak atau tidaknya kehidupan warga Indonesia. Standar hidup layak hanya bagian dalam pengukuran indeks pembangunan manusia (IPM). Nominal standar hidup layak mencerminkan banyaknya barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. BPS menyebut semakin tinggi angkanya berarti standar hidupnya lebih baik (28/11/2024).
Dengan adanya kebijakan ini tentu negara zalim ketika menentukan standar hidup layak dengan jumlah minimal yang sejatinya tidak layak untuk terwujud kesejahteraan. Karena hal ini berarti negara membiarkan rakyat hidup dalam keterbatasan/kekurangan. Sungguh kesejahteraan akan jauh dari harapan. Bagaimana tidak, jika rakyat sudah mencapai standar yang ditetapkan tentu negara akan lepas tangan dan menganggap rakyatnya sudah sejahtera.
Padahal rakyat harus menjadi prioritas utama dan harus dipandang dengan pandangan menyeluruh. Artinya tidak semua dalam satu keluarga itu bisa hidup dengan standar yang sudah ditetapkan oleh negara yaitu Rp. 1,02 juta per bulan dikarenakan banyak jumlah anggota keluarganya. Bahkan Rp. 5 juta per bulan saja bisa jadi tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka. Belum lagi harga kebutuhan pokok semakin hari semakin mencekik.