Oleh Narti
Pemerhati Lingkungan
Sampah merupakan permasalahan kehidupan masyarakat yang tak kunjung usai. Dari aroma yang tak sedap hingga terganggunya pemandangan. Nampak pula kondisi ini di Pasar Sehat Cileunyi (PSC) di Desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung yang kian memprihatinkan.
Pasar yang didirikan tahun 2011 yang lalu, kini telah muncul berbagai persoalan. Selain jalan yang buruk, PKL, banyaknya kios yang rusak, saat ini justru menjadi tempat penampungan sampah (TPS).
Kondisi tersebut sudah tidak layak disebut pasar sehat. Sampah yang dibiarkan menggunung dan dampaknya, masyarakat pun enggan berbelanja. Dari pantauan, kondisi PSC terlihat memprihatinkan. Pada bagian tengah pasar, terlihat berjejernya kios yang kini rusak berat tanpa penghuni (pedagang). Ditambah dengan berbagai pungutan yang tetap ada. Salah seorang pedagang mengatakan bahwa mereka dalam sehari diminta Rp7.000; Rp 5.000 oleh pengelola PSC dan Rp2.000 oleh paguyuban.
Padahal berdasarkan informasi, keberadaan PSC sebelumnya mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 519 tahun 2008, tentang pedoman penyelenggaraan pasar sehat. Di mana, untuk mewujudkan pembangunan pasar beralih menjadi pasar sehat, Pemkab Bandung menggandeng pengembang, yakni PT BKA. Persyaratan pasar sehat yang harus dipenuhi misalnya sanitasi, ventilasi, dan kebersihan tempat penjualan yang harus baik serta memenuhi standar. (KejakimpolNews.com, 19 Oktober 2024)
Memperhatikan realita Pasar sehat Cileunyi membuktikan bahwa nama PSC hanyalah sekadar nama. Karena selain sampah yang semakin menumpuk, banyaknya kios yang terlantar dibiarkan pemiliknya, ini semakin menambah kumuh. Belum lagi dengan banyaknya pungutan dan PKL, makin menyulitkan para pedagang untuk bertahan. Hal in tentu amat memprihatinkan. Padahal seharusnya perdagangan di sektor riil inilah yang semestinya didukung pemerintah dalam berbagai hal agar ekonomi lebih kuat dan stabil.
Permasalahan sampah yang saat ini terjadi di tengah masyarakat, tidak hanya menyelesaikan persoalan teknis saja. Sebenarnya masalah tersebut sangat berkaitan dengan pandangan hidup setiap orang dan sistem yang menaungi suatu negeri. Maka, tidak sekadar salah pengelolaan, namun lebih dari itu.
Aturan yang digunakan oleh masyarakat di negeri ini adalah sistem kapitalisme sekuler. Di mana menjadikan umat cenderung berperilaku dan gaya hidup konsumtif, yang mengantarkan pada peningkatan sampah. Ditambah dengan pola pikir masyarakat kapitalistik yang mengukur kebahagiaan mereka dicapai dengan banyaknya materi. Bebas dalam memenuhi keinginan, tanpa mempertimbangkan kebutuhan.
Dari perilaku komsumtif serta hedonis inilah yang menjadikan peluang besar bagi para kapital (para pemilik modal) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam sistem ini, perusahaan dan industri memiliki prinsip bagaimana untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan pengeluaran sekecil-kecilnya. Contohnya saja di negeri ini, tidak sedikit perusahaan dan industri yang beroperasi atau mengeksploitasi Sumber Daya Alam (SDA), sementara mereka lalai terhadap kewajiban mengelola limbah dan sampah yang dihasilkan. Sehingga terbukti sistem ini hanya melahirkan bencana bagi manusia karena mengikuti hawa nafsu semata, tanpa memperhatikan halal dan haram dalam pencapainya.