Oleh : Hasmiati A.md
Sejumlah Anggota DPRD di Jawa Timur ramai-ramai ‘gadaikan’ Surat Keputusan (SK) pengangkatan ke bank. Fenomena gadai SK massal usai pelantikan Anggota DPRD ini menunjukkan betapa mahalnya biaya politik di Indonesia.
Pengamat politik Universitas Brawijaya (UB) Prof Anang Sujoko menilai langkah anggota legislatif menggadaikan SK adalah fenomena yang cukup memprihatinkan. Beban berat Anggota DPRD yang terpilih muncul akibat mahalnya biaya proses demokrasi.
Mirisnya fenomena lima tahunan para wakil rakyat yang baru dilantik ramai-ramai menggadaikan SK mereka ke Bank. Kebiasaan memalukan para wakil rakyat gadai SK ini adalah potret buruk politik demokrasi.
Disinyalir kuat “tradisi” ini erat kaitannya dengan mahalnya ongkos politik Demokrasi.
Biaya meraih kursi wakil rakyat dibayar sesuai jangka waktu angsuran masa jabatan. Jabatan dibangun di atas utang ribawi apakah barokah?
Politik pragmatis dan politik uang kerap mewarnai kancah perpolitikan negeri tercinta ini. Diperparah lagi gaya hidup hedon wakil rakyat dalam sistem sekuler demokrasi. Sehingga alih-alih bekerja demi kepentingan rakyat, sebaliknya merebaknya budaya korupsi dan penyalahgunaan jabatan. Hal ini kerap terjadi di kalangan pejabat publik termasuk wakil rakyat.
Demokrasi tidak memerlukan wakil rakyat yang cerdas dan kapabel di bidangnya akan tetapi wakil rakyat yang memiliki kemampuan mengeluarkan sejumlah uang untuk ongkos politik yang lumayan besar dan mahal tentunya. Tidak perduli apakah dana tersebut dari dana pribadi atau dari pinjaman pihak lain yang penting suara terbanyak harus diraih semaksimal mungkin.
Tidak dipungkiri adanya permainan money politik dihalalkan dalam meraih suara.
Jargon “dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat” dalam demokrasi hanya sebagai slogan kosong belaka. Karena sesungguhnya wakil rakyat yang terpilih apabila telah duduk di kursi kekuasaan pura-pura lupa untuk mewakili suara rakyatnya. Kebijakan dan UU pun tidak pro rakyat bahkan membebani rakyat.