Konsep ini sangat jauh berbeda dengan konsep kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam berdasarkan syariat islam. Sebagaimana Allah SWT perintahkan kepada kita, sebagai seorang muslim, wajib mengambil islam secara utuh, tidak pilih-pilih, Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaithon. Sungguh syaithon itu musuh yang nyata bagi kalian.” (Q.S Al-Baqarah ayat 208).
Ayat ini bermakna islam itu agama yang mengatur semua aspek kehidupan yang lain, semisal ekonomi, politik dalam negeri, pendidikan, kesehatan, sanksi dan lain sebagaimana.
Islam menetapkan bahwa sumber daya alam energi adalah kepemilikan umum, yang harom dikuasai dan dikelola oleh individu maupun kelompok tertentu, sesuai sabda Rasulullah SAW “Kaum muslimin bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam 3 hal : air, padang, dan api (HR. Abu Dawud).
Ketika sumber mata air berada di sekitar rumah salah satu warga negara, maka negara akan memberikan membelinya dengan kompensasi ganti untung atas mata air tersebut, sehingga mata air tersebut berubah kepemilikannya, yang tadi awalnya dimiliki individu, lalu dibeli negara maka berubah menjadi kepemilikan negara. Sehingga negara lah yang menjadi satu-satunya pihak yang berhak mengelolanya dan mendistribusikan kepada setiap warganya.
Pengaturan tata letak wilayah, juga menjadi perhatian penguasa/negara yang menerapkan aturan-aturan islam ini. Dengan analisa para ahli lingkungan, teknik sipil, dan para ahli lainnya, negara akan membangun wilayahnya dengan pertimbangan memberikan kemaslahatan dan kebaikan bagi warganegaranya. Semisal memetakan wilayah tertentu sebagai tempat tinggal warga, yang nanti juga akan dibangun fasilitas umum yang akan memudahkan aktifitas para warga, semisal sekolah, rumah sakit, pasar, tempat ibadah, termasuk pipa air yang mengalirkan air ke rumah masing-masing warga dan lain sebagainya. Sehingga pemukiman ataupun fasilitas umum, tidak hanya terfokus di jalan-jalan utama di suatu wilayah. Tapi seluruh wilayah juga tersedia fasilitas umum dengan layak dan memadai.
Sistem politik dalam negeri yang berasaskan syariat islam, akan menjadi acuan dalam mengatur kehidupan bernegara, dengan prinsip pelayanan sepenuh hati karena menyadari hal itu akan menghantarkan kepada pahala di sisi Allah, dan kesadaran sebagai pihak yang bertanggungjawab kelak di akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Imam adalah Raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya”. (HR. Al-Bukhari).
Wallahu’alam bisshowwab