Oleh : Halida Almanuaz
(Aktivis Muslimah Deliserdang)
Impor gula kini menjadi perhatian publik usai Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong terlibat dalam kasus korupsi impor gula yang terjadi di Kementerian Perdagangan antara tahun 2015 dan 2016.
Diketahui, Indonesia terus mengimpor gula dalam jumlah dan nilai besar kurun waktu 2014 hingga 2023 dan melintasi periode enam menteri perdagangan.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), dan National Sugar Summit Indonesia, impor gula Indonesia dalam ton menunjukkan tren fluktuatif, sejalan dengan perubahan kebutuhan domestik dan dinamika pasar internasional.
Pada Mei 2024, Indonesia berada di peringkat pertama dalam daftar pengimpor gula terbesar di dunia dengan volume impor sebesar 5,550 juta ton, melampaui China, India, Uni Eropa, dan bahkan Amerika Serikat.
Hal ini mencerminkan posisi strategis Indonesia sebagai pasar utama bagi para eksportir gula global, terutama negara-negara produsen besar seperti Thailand dan Brasil.
Peningkatan impor gula Indonesia sejalan dengan ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi domestik. Ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk menyeimbangkan kebutuhan konsumsi gula dengan kemampuan produksi dalam negeri, yang dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas sektor pertanian gula, pemanfaatan teknologi, serta kebijakan yang mendorong investasi di sektor industri gula tanah air.
Impor gula menjadi pembicaraan hangat setelah Kejaksaan Agung menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menjadi tersangka kasus korupsi importasi gula. Dia dan satu tersangka lainnya, yakni Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, berinisial CS ditengarai merugikan negara Rp 400 miliar.
Dampaknya sangat nyata dirasakan masyarakat, mulai dari konsumen rumah tangga hingga pelaku usaha makanan minuman skala UMKM dan skala besar. Bagi konsumen rumah tangga menengah ke bawah, kenaikan harga gula makin menambah beban hidup di tengah lonjakan harga bahan pangan lainnya.
Akar Masalah
Akar persoalan dari semua kekacauan tata kelola pangan pertanian, termasuk gula. Pemerintah absen dalam pengurusan pangan, bahkan negara telah berubah menjadi pebisnis bagi hajat rakyat, ditambah konsep ekonomi kapitalistik yang membukakan jalan secara masif bagi liberalis.
Selama kita tidak keluar dari paradigma sistem sekuler kapitalisme dengan seluruh konsep dan kebijakannya, mustahil persoalan ini akan terselesaikan dengan tuntas. Justru kemaslahatan rakyat makin terpinggirkan, sedangkan korporasi makin diuntungkan.
Tindakan korupsi terjadi karena sikap mental materialistis dan konsumtif di masyarakat, serta sistem politik yang masih mendewakan materi. Ada banyak faktor yang saling terkait sehingga korupsi bisa terjadi. Bahkan, terjadinya korupsi tidak bisa terpisah dari faktor internal pelaku dan faktor eksternal yang sangat kompleks, baik sikap masyarakat terhadap korupsi maupun aspek ekonomi dan politik.