Opini

Semakin Miris, Nasib Guru Dalam Sistem Kapitalisme!

344
×

Semakin Miris, Nasib Guru Dalam Sistem Kapitalisme!

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ratih Ramadani, S.P.
(Praktisi Pendidikan)

Berkunjung ke Balaikota, Persatuan Guru Honorer Kota Samarinda bertemu Wali Kota Samarinda, Dr H Andi Harun. Pertemuan berlangsung di ruang rapat Wali Kota lantai II gedung Balaikota Samarinda, Senin (22/04/2024) sore.

Mengawali arahannya, Wali Kota Samarinda mengucapkan selamat kepada tenaga guru honorer yang telah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Untuk diketahui, pada akhir tahun 2023, sebanyak 782 guru honorer yang telah diangkat menjadi PPPK.

Merdeka Belajar Mengukuhkan Liberalisasi dan Kapitalisasi Pendidikan

Setelah menilik dasar pijakannya dan konsep yang diusung, tidak heran jika Merdeka Belajar justru makin menguatkan liberalisasi pendidikan di Indonesia. Dalam pidato Hardiknas 2019, yang merupakan awal pengenalan istilah Merdeka Belajar, Nadiem menyatakan bahwa Merdeka Belajar bermakna bahwa sekolah, murid, dan guru memiliki kebebasan untuk berinovasi, serta belajar dengan mandiri dan kreatif. Kebebasan dalam membangun minat tanpa batasan jelas ini sangat berpotensi menjadi celah masuknya pemikiran dan budaya yang merusak generasi, serta menggerus pemahaman Islam.

Tanpa dasar akidah Islam yang kuat, pendidikan juga akan mengedepankan materi dan berorientasi pada keuntungan. Pemerintah tidak mau mengeluarkan dana banyak untuk menggaji guru sesuai standar dengan menambah jumlah ASN. Orientasi pada materi membuat pemerintah lebih memikirkan penghematan anggaran dan menutup mata terhadap kebutuhan guru daripada berusaha membantu mereka untuk lepas dari beban ekonomi dan tingginya jam mengajar.

Guru juga dipaksa dan dibebani dengan proyek digitalisasi yang datanya dijual kepada pihak ketiga. Akhirnya, perusahaan edutech muncul sebagai perantara antara guru dan siswa, termasuk di antaranya menguasai pasar pelatihan guru.

Guru bahkan perlu mengikuti pelatihan berbayar yang disediakan oleh pihak ketiga karena komunitas pembelajaran dan pelatihan yang difasilitasi pemerintah tidak sepenuhnya berjalan dengan baik. Padahal, guru membutuhkan pelatihan dan fasilitas untuk bisa mencapai harapan kurikulum. Ini berarti kebijakan digitalisasi mengorbankan guru untuk memuluskan kepentingan korporasi.

Selain itu, Kurikulum Merdeka juga memperkuat konsep kapitalistik dalam tata kelola pendidikan. Ini terlihat dari penerapan konsep otonomi sekolah melalui model pengelolaan manajemen berbasis sekolah (MBS). Tumpuan besar penyelenggaraan pendidikan menjadi ada pada sekolah dan guru, sedangkan negara berlepas diri dari tanggung jawabnya dalam menjamin kebutuhan pelayanan pendidikan.

Dengan demikian, beban guru tidak akan pernah menjadi lebih ringan dengan Kurikulum Merdeka. Pendidikan akan terus terkungkung oleh sistem kapitalistik yang membuat negara abai terhadap kondisi guru. Walhasil, kebebasan bagi guru untuk bisa berinovasi dan menjalankan pembelajaran yang bermutu, masih menjadi angan-angan. Untuk itu dalam sistem kapitalisme Guru tidak akan pernah sejahtera, gaji ratusan pemenuhan kebutuhan pas-pasan. Dengan pengangkatan honorer menjadi PPPK masih tidak menjamin sejahtera. Tuntutan ketika menjadi guru PPPK membuat guru berkutat birokrasi dan administrasi.

Islam Memerdekakan Guru

Islam memiliki makna khas tentang kemerdekaan. Merdeka dalam Islam adalah membebaskan diri dari penghambaan kepada sesama makhluk menuju penghambaan hanya kepada Allah Taala. Allah Swt. berfirman dalam QS Adz-Dzariyat [51]: 56.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *