Oleh : Neng Sri
(Ibu RumahTangga)
Pesta peringatan kemerdekaan RI yang ke-79 memang sudah usai, namun muncul masalah besar di negeri ini. Masih saja ada pejabat negara yang beranggapan menutup aurat bagi muslimah sebagai persoalan bangsa. Sebagaimana yang diketahui ada 18 siswi muslimah berkerudung anggota pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka) di IKN yang sempat mendapat pelarangan akibatnya, selama beberapa hari mereka terpaksa mencopot kerudungnya.
Setelah mendapat tekanan besar akhirnya para siswi muslimah diperbolehkan kembali mengenakan kerudung mereka hingga saat upacara kemerdekaan RI ke-79 di IKN. Alasan ini jelas kontradiksi dengan seruan kebhinekaan yang sering digembor-gemborkan para pejabat negara, anggota dewan, termasuk BPIP, pasalnya mereka sering meminta agar rakyat saling menghargai dan menghormati keberagaman di tanah air.
Ada dua kesalahan besar kepala BPIP dalam kasus ini. Pertama, menempatkan busana muslimah bukan sebagai bagian dari keragaman umat beragama yang patut dihargai dan diberi ruang yang luas. Akibatnya, busana muslimah dapat dilarang dengan aturan negara. Kedua, aturan pencopotan kerudung bagi para siswi anggota Paskibraka ini jelas melanggar hak waga negara untuk menjalankan aturan negara yang mereka yakini.
Sebabnya, berkerudung dan berjilbab adalah bagian dari perintah agama Islam yang hukumnya wajib bagi setiap muslimah.
Membaca kronologi kejadian ini jelas ada unsur kesengajaan menghalang-halangi para siswi muslimah untuk menjalankan perintah agama dalam menutup aurat. Paham sekularisme ini datang dari barat, khususnya Eropa. Sekularisme dan pemberangusan agama Islam oleh negara telah menciptakan kerusakan di mana-mana. Dalam dunia politik, tanpa malu lagi para pemangku kekuasaan mengubah aturan dan konstitusi untuk kepentingan politik mereka.
Bidang ekonomi dibuat berbagai kebijakan yang menguntungkan kaum kolongmerat. Secara moral, kehidupan masyarakat pun makin terpuruk. BKLN melaporkan 60 persen remaja Indonesia usia 16-17 tahun sudah melakukan perzinaan.