Oleh: Hamsina Ummu Ghaziyah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Solok, Sumatera Barat merevisi jumlah korban jiwa akibat tanah longsor di penambangan ilegal menjadi 11 orang dari sebelumnya 15 orang. Kantor berita AFP melaporkan lokasi bencana yang terpencil mengakibatkan terjadinya salah penghitungan jumlah korban. Sebelumnya, BPBD Kabupaten Solok mengatakan tanah longsor itu terjadi di kawasan tambang ilegal Nagari Sungai Abu, Kecamatan Giliran Gumanti akibat hujan lebat pada Kamis malam (voaindonesia.com, 28/9/2024).
Penambangan ilegal juga dilakukan oleh salah seorang warga negara asing (WNA) asal Cina berinisial YH yang terlibat penambangan emas ilegal di kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Terungkap, emas yang berhasil digasak YH melalui aktivitas penambangan ilegal sebanyak 774,2 kg. Tak hanya emas, YH juga berhasil mengeruk cadangan perak dilokasi tersebut sebanyak 937,7 kg. Akibatnya Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp1,02 triliun imbas aktivitas tersebut.
Aktivitas penambangan ilegal memang marak terjadi di Indonesia. Imbas dari penambangan ilegal inilah yang mengakibatkan rusaknya lingkungan, mengancam keselamatan masyarakat, serta merugikan negara dari sisi pendapatan ekonominya.
Maraknya penambangan ilegal ini tidak terjadi begitu saja, apalagi terjadi berulang-ulang. Bisa jadi, ada keterlibatan oknum pejabat yang memuluskan aktivitas penambangan ilegal ini. Sebab, penambangan ilegal ini terkesan mendapatkan perlindungan. Menurut investigasi dari sejumlah media, ternyata ada aliran dana yang masuk di kantong para oknum pejabat dari pelaku penambangan ilegal. Aliran dana tersebut disinyalir sebagai upaya untuk melindungi pelaku penambangan ilegal. Fakta ini menunjukkan adanya praktik korupsi di kalangan pejabat baik di tingkat pusat maupun daerah yang membentuk lingkaran setan yang sulit diputuskan. Fakta ini diperkuat dengan diamankannya sejumlah pengusaha dan pejabat negara yang terlibat kasus korupsi tambang nikel ilegal di Blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara. (BBC.com,11/8/2023)
Keterlibatan oknum pejabat dan aparat hukum juga diungkapkan oleh Mahfud MD saat debat Pilpres keempat di JCC Senayan, Jakarta. Mahfud MD mengatakan ” jumlah pertambangan ilegal saat ini mencapai 2.500 kasus di Indonesia. Pim, maraknya penambangan ilegal karena adanya dukungan dari pejabat dan aparat hukum.
Pernyataan Mahfud MD pun selaras dengan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Aktivitas penambangan ilegal alias penambangan tanpa izin (PETI) memang marak terjadi di Indonesia. Plt Direktur Jendral Mineral dan Batubara, Bambang Suswanto mengatakan ” per Agustus 2021, terdapat 2,741 lokasi PETI yang tersebar di seluruh provinsi Indonesia.
Selain itu, lemahnya pengawasan dan hukum yang tidak tegas semakin memberi ruang gerak bagi para pelaku penambangan ilegal baik perusahaan swasta maupun individu dalam mengweuk sumber kekayaan alam di negeri ini. Wilayah Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan adalah tiga provinsi yang memiliki sumber kekayaan alam melimpah yang kerap menjadi target pihak korporasi asing. Dalam UU minerba tahun 2009 sudah mencantumkan pidana dan denda, namun masih saja terjadi aktivitas penambangan ilegal.
Melihat kenyataan ini, maka bisa kita simpulkan bahwa persoalan tersebut merupakan kegagalan negara dalam memetakan kekayaan alam. Negara gagal mengelola SDA yang mengakibatkan berbagai hal buruk seperti halnya longsor di lokasi penambangan hingga menimbulkan korban jiwa serta hilangnya emas karena ditambang oleh oknum tertentu.
Hal demikian juga menunjukkan ketidakmampuan negara dalam menjaring dan menindak tegas oknum-oknum tersebut. Negara harusnya memiliki berupa big data kekayaan atau potensi alam di wilayah tanah air, dan memiliki kedaulatan dalam mengelola SDA baik pertambangan besar maupun kecil. Hal ini karena pertambangan merupakan hak milik umum yang pemanfaatannya harus dikembalikan untuk kemaslahatan umum.
Di samping itu, negara harus memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi terhadap pihak asing dan pihak lainnya yang hendak merugikan Indonesia. Namun, dalam sistem kapitalisme, negara seolah cuci tangan atas karut-marutnya persoalan tambang dengan alasan penambangan ilegal. Kapitalisme yang sejatinya berorientasi pada materi menjadikan negara setengah hati dalam mengurus rakyat. Persoalan tambang yang terus berulang, membuktikan negara abai dalam pengurusan umat meskipun ada undang-undang yang mengaturnya. Lantas, bagaimana Islam menyikapi persoalan ini?