Opini

Rusaknya Sistem Pendidikan, Pertanda Kehancuran Sebuah Negara

126

 

Oleh Pujiati
Penggiat Literasi

Pernyataan Presiden Prabowo Subianto dalam sambutannya di acara puncak peringatan Hari Guru Nasional di Jakarta tanggal 28 November 2024  menimbulkan multitafsir terkait kenaikan gaji bagi para guru. Dan ketua dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendesak agar pemerintah mengklarifikasi kebijakan tersebut. Mengingat APBN sudah minus karena harus menggelontorkan dana program makan bergizi gratis Rp10.000 per siswa per hari. Dikutip dari tempo.co.

Sedangkan ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) menyampaikan bahwa sebenarnya kenaikan bukan gaji, tapi tunjangan bagi guru swasta dan  non ASN dari 1,5 juta menjadi 2 juta, itupun tidak semua, hanya bagi mereka yang memiliki surat keterangan inpassing. Dikutip dari kompas.com. Sebenarnya alasan factor ekonomi yang terjadi karena memang terbatasnya APBN, APBD dan anggaran pendidikan.

Sungguh luar biasa di negeri ini, hampir setiap tahun terjadi kenaikan BBM, harga bahan pokok bahkan sektor pajak justru lebih sering naik dari pada urusan gaji para guru dan para pekerja/profesi yang lain. Meskipun para guru mengemban tugas dan tanggung jawab yang sama dalam mencerdaskan anak bangsa masih tetap ketimpangan gaji berdasar kasta (status dan golongan). Parahnya lagi banyaknya syarat/ketentuan untuk mendapatkan haknya. Lumrah jika ada kecemburuan serta gesekan di antara guru.

Mirisnya nasib guru saat ini, guru hidup disegala himpitan kebutuhan. Tidak sedikit mereka yang terlibat pinjol, judol, bunuh diri, korban kriminalisasi, kasus pembullian, pelecehan seksual dan kekerasan fisik. Bahkan tak jarang diantara mereka selain menjadi korban justru sebagai pelaku. Ditambah lagi tidak ada  ketawadluan (rasa hormat) murid terhadap gurunya. Maka lunturlah muru’ah (wibawa) guru secara sosial.

“Guru kencing berdiri maka murid kencing berlari”, peribahasa yang tepat mewakili kondisi guru dan murid saat ini, karena guru (digugu lan ditiru). Lahirlah generasi yang kehilangan jati diri sehingga terbentuk pribadi-pribadi yang bebas/liar. Tak heran jika meningkatnya kasus-kasus diantara sesama pelajar baik sebagai korban maupun sebagai pelaku seperti bunuh diri, tawuran, pemerkosaan, kekerasan fisik, pembullian berujung kematian, fitnah, pembunuhan dan kriminal.

Semuanya bermuara karena diterapkannya pendidikan sekuler yang menihilkan peran agama (Islam) di dalamnya dan mengabaikan unsur keimanan serta ketakwaan sebagai ouput pendidikan. Standar kemajuan dari segi pendidik, murid dan kurikulum pendidikan (standar ilmu) saat ini yaitu jika terpenuhinya kebahagian materi dan jasmani atau ukuran duniawi semata. Akibatnya ketidak pahaman tujuan hidup pada diri pendidik dan murid. Tanpa disadari mereka merupakan korban yang dipaksa menjadi  objek produk jasa, dibebani urusan administrasi, tekanan akademik, pergeseran social, pengaruh media sosial dan totalitas harapan orang tua sekaligus masyarakat yang tinggi. Karena itulah negeri ini terancam bahaya tatkala sistem pendidikan kehilangan ruh yang seharusnya.

Guru memang kunci utama dalam sistem pendidikan, tetapi tidak sepenuhnya nasib generasi bangsa menjadi tanggung jawab guru. Peran negara sebagai pelindung umat sekaligus pemangku kebijakan juga ikut bertanggung jawab. Terlebih lagi masalah pendidikan ini merupakan sector paling urgen dan strategis berpengaruh terhadap rusaknya suatu bangsa.

Ruh dari sistem pendidikan hanya bisa terwujud dengan diterapkannya aturan yang datang dari Sang Pencipta pembuat manusia  yaitu syariat Islam melalui sistem pendidikan Islam. Pendidikan yang lebih mengutamakan pembentukan kepribadian islami peserta didik serta mewujudkan peradaban maju nan mulia. Secara pola pikir serta prilaku peserta didik berlandaskan akidah islamiyah. Mendorong mereka untuk selalu memuliakan guru-gurunya karena ketaatan kepada Rabb-Nya.

Exit mobile version