Oleh Ummu Fatimah S.Pd
Sesungguhnya pemberian subsidi untuk pemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dinilai masih ada yang tidak tepat sasaran. Permasalahan tersebut masih kerap terjadi hingga saat ini.
Tak hanya tidak tepat sasaran, masih banyak permasalahan lain yang munyertai. Perumahan subsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin mampu ternyata banyak yang kosong dan terbengkalai. Salah satunya di Villa Kencana Cikarang Bekasi Jawa Barat. Kondisi rumah banyak yang sudah mulai rapuh dengan cat tembok yang memudar dan mengelupas serta banyak atap yang tampak ambrol. Padahal perumahan subsidi tersebut baru diresmikan pada 2017 lalu. Tak hanya di Cikarang kondisi seperti ini juga terjadi di perumahan subsidi lainnya.
Rumah atau papan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap individu dalam masyarakat. Namun hari ini kebutuhan dasar tersebut sangat susah untuk dipenuhi. Banyak yang berminat membeli rumah tetapi mundur karena dirasa masih berat dengan besarnya uang muka atau DP dan besarnya angsuran. Banyak juga rumah yang telah dibeli tetapi kembali disita bank karena tidak bisa melanjutkan cicilan. Tak heran rumah subsidi yang diperuntukkan untuk masyarakat tidak mampu banyak dibeli oleh orang-orang berfinancial dengan tujuan investasi.
Sekalipun pemerintah mengatakan program rumah bersubsidi, kalau kita telisik nyatanya rumah tersebut disediakan dengan konsep bisnis. Penguasa menggandeng pengembang sebagai eksekutornya. Demi keuntungan sering berimbas pada pemilihan tanah yang kurang strategis. Dengan dalih menekan biaya, pengembang mencari lahan murah dipinggiran padahal jauh dari fasilitas umum. Padahal kesalahan pemilihan lokasi berdampak pada biaya transportasi yang mereka keluarkan. Belum lagi kualitas bangunan yang kurang bagus. Menggunakan material bangunan dengan kualitas rendah dan pengerjaan yang mengejar deatline sehingga terkesan asal jadi.
Demikianlah masalah kebutuhan hunian jika diatur oleh negara berparadigma kapitalisme. Kesulitan masyarakat justru dijadikan ladang bisnis untuk meraup keuntungan dan pencitraan.
Berbeda dengan jaminan hunian di dalam sistem Islam. Islam memandang rumah bukan sekedar tempat untuk berteduh dan investasi. Islam memandang rumah adalah tempat untuk menerapkan hukum syariat seperti syariat kehidupan keluarga, kehidupan suami istri, mendidik anak terkait aurat dan lainnya.
Selain itu, Islam juga memperhatikan lingkungan perumahan. Asalnya di sanalah generasi mendapatkan tempat yang nyaman untuk bermain dan bersosialisasi serta mendapatkan pendidikan yang baik. Karena itu Islam tidak memandang rumah hanya sekedar bangunan fisik untuk memenuhi kebutuhan pokok papan. Lebih dari itu Islam memandang rumah adalah tempat pendidikan dan melaksanakan hukum syariat.