Oleh Nita Nuraeni, A.Md
Aktivis Muslimah
Siapa yang tidak menginginkan rumah hunian untuk ditempati? Sebuah rumah milik sendiri tanpa bersusah payah untuk mendapatkannya. Rumah yang merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat, saat ini justru makin susah didapatkan karena harganya yang relative mahal. Masyarakat harus merogoh kocek yang sangat dalam demi mendapatkan rumah saat ini, khususnya kaum menengah ke bawah.
Sebagaimana dari laporan indeks harga property residensial (IHPR) bahwa pada kuartal IV/2023 harga property melonjak 1,47% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Sedangkan, bila dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sempat meningkat 1,96% pada kuartal III/2023. Lonjakan harga rumah juga sempat tertahan oleh perlambatan kenaikan harga rumah tipe menengah dari 2,44% yoy pada kuartal III/2023 menjadi 1,87% yoy, serta harga rumah tipe besar yang tumbuh 1,58% yoy, lebih rendah dibandingkan kenaikan kuartal sebelumnya sebesar 1,70%, yoy.
Dilansir dari media online cnnindonesia.com, Asisten Gubernur BI Erwin Haryono melalui keterangan resmi, Kamis (16/5) mengatakan, “Sementara itu, penjualan properti residensial tumbuh 31,16 persen (yoy), meningkat signifikan dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,37 persen, didorong peningkatan penjualan pada seluruh tipe rumah,”
Faktor yang menjadikan meningkatnya penjualan adalah pembukaan proyek baru yang ditujukan untuk menarik minat konsumen. Juga adanya faktor yang menghambat pengembangan ataupun penjualan property residensial primer. Hambatan itu antara lain kenaikan harga bangunan (37,55%), masalah perizinan (23,7%), suku bunga Kredit Pemilikan atau KPR (21,43%), dan proporsi uang muka yang tinggi dalam penjualan KPR itu sendiri (17,31%). Semua itu bersumber pada pembiayaan pembangunan properti residensial dari hasil survei yang menunjukkan berasal dari dana internal pengembang dengan pangsa 72,93%.
Inilah gambaran kehidupan kaum Muslimin di tengah-tengah sistem kapitalis yang telah diterapkan di negeri ini. Dimana kebijakan sangat ditentukan oleh seberapa besar tingkat keuntungan yang di dapatkan, tanpa harus memikirkan kodisi kaum muslimin yang serba kurang, terutama menyangkut masalah tempat hunian (rumah layak pakai). Selain itu kondisi ini semakin diperparah, lagi-lagi masyarakat dibuat kebingungan karena biaya bahan bangunan yang sama saja mahal harga nya. Kapitalisme juga membentuk masyarakat menjadi manusia yang hanya berfokus pada harta dan kekuasaan. Hal ini menyulitkan masyarakat menengah ke bawah untuk mendapatkan sebuah rumah yang layak huni dan sehat.