Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Dikutip dari Republika.co.id, menjelang purnatugas, Ibu Negara Iriana Joko Widodo (Jokowi) bersama Ibu Wury Ma’ruf Amin menggaungkan Moderasi Beragama kepada kalangan pelajar di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (11/9/2024). Kegiatan ini juga dihadiri para istri menteri yang tergabung dalam Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Indonesia Maju (KIM). Kegiatan ‘Sosialisasi Moderat Sejak Dini’ ini mengangkat tema “Cinta Tuhan dengan Mencintai Indonesia”. Kegiatan ini diikuti sebanyak 500 pelajar lintas agama dari sekolah madrasah aliyah dan SMA se-Kota Balikpapan yang bernaung di bawah Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Tentunya agenda ini bukan hanya agenda biasa. Ada harapan besar bagi pelajar yang hadir dalam acara tersebut dapat menjadi duta moderasi di sekolahnya masing-masing. Mereka diminta menjelaskan pentingnya moderasi beragama pada teman-temannya. Acara tersebut adalah yang ketiga kalinya, sebelumnya digelar di Bali dan Yogyakarta.
Tidak Menyasar pada Permasalahan Generasi
Untuk diketahui, program moderasi beragama di sekolah di negeri ini sebetulnya sudah diluncurkan sejak 2016. Program yang bertujuan untuk menjaga sikap beragama warga negara agar tetap berada pada jalurnya ini merupakan program moderasi beragama yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Pembangunan manusia yang diposisikan menjadi pilar utama dalam pembangunan peradaban bangsa menjadi sorotannya.
Hanya saja program sosialisasi moderasi yang semakin gencar di kalangan remaja ini masih mengundang tanya. Sosialisasi moderasi terhubungkah dengan akar permasalahan generasi saat ini yang sarat dekadensi? Kasus perundungan, seks bebas, aborsi, narkoba, geng motor, kriminalitas, dan kenakalan remaja, yang tak ubah bagai santapan harian generasi muda tidak tersolusi.
Sosialisasi moderasi beragama di kalangan remaja nyatanya tidak menjawab persoalan remaja. Kasus intoleransi ataupun keengganan mengikuti tradisi lokal tidak menjadi takaran menonjol terjadinya kejahatan di kalangan remaja. Riilnya, penyebab terbesar dalam kasus kekerasan yang dilakukan pelajar bukanlah karena SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) tetapi budaya liberal yang meracuni generasi muda lah yang membuat mereka semakin bebas bertingkah sesuka mereka.
Sosialisasi moderasi beragama tidak menyasar generasi muda agar mereka tidak menjadi kasar, gahar, binal, mesum dalam kehidupannya. Moderasi malah semakin kental meracik pencampuradukkan pemikiran Islam dengan pemikiran yang batil hingga berujung kepada pluralisme dan sinkretisme yang sejatinya jauh dari konsep keshalihan remaja.
Moderasi untuk Generasi?
Jika diamati kelanjutan dari sosialisasi moderasi beragama, salah satunya pada institusi pendidikan, menangkal radikalisme di kalangan pelajar tersirat dalam perealisasian materi ajar. Padahal perlu kita ketahui, radikalisme adalah propaganda Barat yang sengaja dibuat untuk melabeli kaum muslim yang menginginkan penerapan syariat Islam kafah dalam kehidupan. Radikalisme seakan perlu disampaikan demi penyelamatan, padahal ini merupakan tuduhan menyakitkan yang ditujukan pada Islam.
Radikalisme yang dianggap berbahaya menjadikan sosialisasi moderasi beragama makin gencar. Generasi muda dibentuk agar memiliki sikap moderat dalam beragama. Beragama namun jangan sampai bersebrangan dengan arah pandang sekuler Barat. Moderasi beragama membuat para pelajar tidak kental dengan Islam yang haq. Tidak membangun dirinya untuk berkepribadian Islam seutuhnya.
Moderasi Islam diluncurkan atas ketakutan yang sangat. Takut jika para pelajar paham Islam secara menyeluruh, menjadikan Islam sebagai ideologinya, para pelajar dikhawatirkan akan menumbangkan ideologi kapitalisme yang telah terbukti rusak dan merusak.
Moderasi Islam digencarkan dengan kehendak mendasar, yaitu jangan buat Islam menjadi penghalang nafsu jahat imperialis kapitalis. Dengan moderasi Islam para pelajar diblok pemikirannya agar tetap didikte oleh pemikiran Barat. Alhasil sadar atau tidak, moderasi Islam mampu mengokohkan hegemoni Barat di negeri-negeri muslim, termasuk di negeri ini. Islamophobia menjamur. Islam hakiki luntur. Generasi hancur.
Jika generasi muda menyadari pentingnya agama untuk menyelamatkan bangsa, mereka akan melindungi negaranya dari ideologi kapitalisme, bukan malah menjaga eksistensi ideologi sekuler tersebut. Moderasi beragama dipasang untuk menangkal kesadaran tersebut. Karena kalau saja pelajar memahami Islam kafah, mereka tidak hanya berusaha menumbangkan ideologi kapitalisme yang telah nyata menyengsarakan umat, namun mereka pun akan memperjuangkan ideologi Islam agar bisa diterapkan secara keseluruhan dalam sebuah institusi negara. Mereka akan menjadi pengemban dakwah Islam yang berjuang untuk menyampaikan kepada yang lainnya tentang wajibnya penerapan syariat Islam dalam bingkai sebuah negara. Mereka akan memahamkan negara semacam apa yang harus ditegakkan. Mereka akan menggaungkan Khilafah sebagai institusi yang harus ditegakkan. Iniilah yang sangat ditakuti Barat dan kroninya.
Islam Kafah untuk Generasi
Sesungguhnya kapitalisme telah sangat menjajah penduduk negeri ini. Saat bumi pertiwi ini dicurahi Allah Ta’ala dengan SDA berlimpah, penduduk negeri ini tidak bisa merasakan kenikmatan untuk mengolah ataupun memiliki. Pertambangan dan migas di negeri ini diprivatisasi dan dikapitalisasi oleh swasta/asing. Kapitalisme biang kerok atas segala penguasaan asing atas SDA negeri ini. Biang kerok jahat ini telah menjadikan negara hanya berperan sebagai regulator saja. Negara menyerahkan seluruh urusan rakyatnya pada para kapitalis pemilik modal. Ironis!
Sejatinya syariat Islam kafah akan mengajarkan para pelajar untuk mengusir imperialis dari negeri ini. Para penjajah serakah tidak pantas hidup di ladang yang bukan haknya. Dengan Islam kafah para pelajar akan menjadi generasi yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat sekaligus sosok calon pemimpin negeri yang independen dan lepas dari kendali asing. Mereka akan mengantarkan negeri ini pada kemuliaan bangsa. Dengan syari’at, mereka akan hidupkan cinta sejati pada tanah airnya dengan ketidakridaan tanah airnya direnggut oleh para penjajah serakah.
Tanpa syari’at Islam dunia remaja makin karut marut akibat kebijakan yang kontraproduktif terhadap penyelesaian permasalahan remaja. Salah satu contohnya adalah wacana pembagian alat kontrasepsi pada pelajar baru-baru ini, yang katanya bertujuan mencegah kehamilan pada remaja. Juga UU TPKS yang memuat frasa “sexual consent”, yang artinya jika seks bebas dilakukan atas dasar suka sama suka, pelakunya tidak akan terjerat hukum.