Oleh: Jelvina Rizka
(Aktivis Dakwah Muslimah)
Sejak 7 Oktober 2023 lalu hingga detik ini, konflik yang dicetuskan oleh Zionis Israel terhadap Palestina kian memperpanjang episode penderitaan yang lebih tragis penuh kecaman. Tidak hanya dari umat muslim saja, melainkan seluruh kalangan masyarakat global pun turut serta menyuarakan kebebasan atas Palestina. Seperti yang dilansir dari CNBC Indonesia-Gelombang demo besar-besaran terus meluas. Para akademisi turun ke jalan menunjukkan solidaritas terhadap warga Palestina. Mulai dari Amerika Serikat, Eropa, hingga ke Asia. Seluruh mahasiswa unjuk rasa menuntut pemerintah dunia mengambil tindakan tegas agar Israel berhenti melancarkan operasi militernya di Gaza. Mereka terus menyerukan gerakan agar perguruan tinggi melakukan divestasi dari perusahaan yang mendukung Israel. Mereka meyakini perusahaan-perusahaan itu mendukung dan mendanai serangan Tel Aviv di Gaza.
Hal serupa juga dilakukan oleh koalisi masyarakat yang berunjuk rasa di seberang Kedutaan Besar Amerika Serikat, pada Jumat (31/5/2024). Berdasarkan pantauan Kompas.com sekitar pukul 15.30 WIB, puluhan anak muda telah berkumpul di lokasi sambil membawa isi tuntutan mereka yang ditulis tangan. Poster-poster bertuliskan “All eyes on Rafah” ditempel di beton pembatas jalan yang sudah dipasangi kawat berduri. Begitu pun dengan foto poster Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan mata tertutup. “From the river to the sea. Palestine will be free,” kata massa menyampaikan suara mereka. Selain menyampaikan solidaritas kepada masyarakat Palestina. Massa juga menyerukan agar Amerika Serikat berhenti memasok senjata ke Israel (Kompas.com, 31-05-2024).
Meskipun kita tahu, bahwa tak ada hal yang mampu membuat penduduk Palestina takut sekalipun kemerdekaan yang senantiasa diserukan oleh berbagai kalangan telah diraih, aksi bela Palestina yang dilakukan oleh berbagai kalangan di seluruh dunia merupakan upaya untuk menghentikan perang biadab kaum zionis Israel. Banyaknya informasi yang diperlihatkan secara nyata bagaimana nasib penduduk Palestina dibunuh, ditembak, dilecehkan, dan berbagai tindakan bengis Israel lainnya, tentu membuat mereka berani untuk menyuarakan pembebasan Palestina. Namun, hal tersebut hanya akan menjadi solusi yang bersifat tambal sulam, sebab organisasi dunia PBB pun tak mampu menyudahi permasalahan yang terjadi.
Adanya jeratan sekularisme dan sikap individualisme adalah fakta memilukan dibalik permasalahan ini. Banyak dari kita yang menganggap bahwa konflik yang terjadi antara Palestina-Israel sebatas masalah teritorial negara, yang menjadikan simpati dari sebagian kalangan hanya berdasarkan asas kemanusiaan semata. Belum lagi adanya sekat nasionalisme antara negeri-negeri Muslim di penjuru dunia yang tersekat oleh asas kepentingan menambah kesuraman konflik ini. Pada akhirnya, masing-masing kepala negara hanya akan terisolasi pada upaya pengecaman tanpa mendalami peran sebagai perisai umat yakni pelayan sekaligus pengayom.