Opini

Refleksi Maulid: Keteladanan Kepemimpinan Membangun Peradaban

202
×

Refleksi Maulid: Keteladanan Kepemimpinan Membangun Peradaban

Sebarkan artikel ini

Sebagai kepala negara, yakni negara Islam, Nabi saw. mengadili banyak perkara di masyarakat hanya dengan syariat Islam, bukan dengan hukum-hukum yang lain. Syariat Islam pasti adil karena bersumber dari Allah Yang Maha Adil.

Sebagai kepala negara, Nabi saw. pun mengangkat para wali (gubernur) sekaligus para kadi (hakim), juga para amil. Beliau juga mengutus para utusan (duta) untuk mengajak para pemimpin di seluruh Jazirah Arab saat itu untuk masuk Islam. Beliau pun mengangkat para panglima perang. Bahkan, beliau sendiri sering secara langsung memimpin sejumlah perang (jihad).

Jelas, kepemimpinan Rasulullah saw. selaku kepala negara ini layak dan wajib diteladani. Inilah pula yang dicontoh dan diteladani dengan sangat baik oleh para khalifah setelah beliau, yakni Khulafaurasyidin dengan negaranya yang disebut sebagai khilafah.

*Kehidupan setelah Keruntuhan Khilafah*

Ketika masa kejayaan kekhilafahan runtuh pada tanggal 3 Maret 1924, umat Islam seolah kembali pada masa kejahiliyahan. Umat terus mengalami kemunduran dan jauh dari aqidah Islam yang kokoh. Seperti banyak yang terjadi saat ini umat Islam diadu domba dan berpecah belah. Musuh – musuh Islam mulai berani mencaplok tanah kaum muslimin seperti yang terjadi di Palestina hingga saat ini. Zionis membabi buta melakukan penyerangan tidak hanya pada warga sipil namun juga pada wanita, anak – anak dan fasilitas umum, hingga tak terhitung berapa banyak nyawa yang gugur atas kebiadaban zionis. Sedangkan negeri – negeri muslim hanya bisa diam dan mengutuk tidak berkutik menyaksikan kebiadaban tersebut tanpa bisa melakukan apapun, sebab tidak lain penguasa negeri muslim hanya menjadi boneka dan antek dari penjajah. Disisi lain, barat dengan ideologi kapitalismenya mencengkeram erat para penguasa demi kepentingan imperialismenya, sehingga tak heran sebut saja di Indonesia banyak kekayaan alam di Indonesia yang dikuasai oleh barat, seperti tambang emas freeport di Papua, cadangan minyak di Blok Cepu, Natuna, dsb. Belum lagi kebijakan negara yang merugikan rakyat, dan masih banyak lagi.

Itulah sebagian kecil saja gambaran yang terjadi saat kita tidak meneladani kepemimpinan Rasulullah SAW. Padahal telah jelas bahwa kepemimpinan Rasulullah dalam membangun peradaban melahirkan masyarakat yang ideal dan penuh dengan kejayaan.
Namun fakta saat ini ketika Syariat Islam tidak lagi diterapkan, maka yang terjadi sebaliknya seperti anak ayam kehilangan induknya. Kaum muslim berserakan, kebingungan, dsb. Maka mata elang pun siap untuk menerkamnya.

*Wajib Bersatu*

Ibarat lidi, jika hanya satu, mudah patah, tetapi jika dipersatukan menjadi sapu, tidak akan bisa dipatahkan. Begitu pula kaum muslim, akan kuat dan tidak mudah tercerai berai jika seluruh negara muslim di dunia ini bersatu dalam naungan satu kepemimpinan.

Pemimpin adalah sebagai induk ayam dan negara muslim ibsratnya anak ayam. Jika induknya ada, mereka akan mudah diarahkan, tidak akan tersesat, dan akan senantiasa terlindungi. Oleh karenanya, sosok pemimpin ini akan berperan sebagai junnah (perisai) yang bertugas melindungi, mengayomi, dan mengarahkan seluruh negara muslim.

Gambaran persatuan itu bisa kita contoh dari Rasulullah saw. dan para sahabat yang berhasil menyatukan jazirah arab dan wilayah lainnya menjadi satu negara adidaya (negara Islam). Di bawah kepemimpinan beliau saw. dan khulafa setelahnya, Islam menjadi agama yang diperhitungkan keberadaannya. Negara Islam menjadi menjadi singa di tengah peradaban Persia dan Romawi.
Khalifah sebagai perisai bagi setiap kaum muslim. Darah mereka akan dilindungi. Namun, semua ini hanya bisa terealisasi jika pemimpin muslim mengambil Islam sebagai mabda atau dasar negara.

Wallahu a’lam bisshowab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *