Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Cukup menarik juga bagi penulis saat tetiba muncul tulisan “Red Flag” dalam berbagai artikel. Dan saat penulis membaca artikel di halodoc, 25/10/2023 tentang “8 tanda Red Flag yang Ada pada Hubungan yang Perlu Diwaspadai” penulis tergelitik untuk menakar dengan cara pandang Islam.
Dalam artikel itu pun disebutkan apa makna dari “Red Flag” dalam suatu hubungan. Dikatakan bahwa “Red flag dalam suatu hubungan menjadi tanda yang sangat jelas untuk segera menyudahinya. Sebab, memaksa untuk melanjutkan hubungan tidak sehat tersebut justru bisa menyiksa batin maupun fisik.” Hmmh.
Dalam artikel tersebut, disebutkan juga hal apa saja yang masuk dalam kategori red flag yang konon katanya tanda-tandanya patut diwaspadai. Delapan tanda itu antara lain:
1. Melakukan kekerasan
2. Sering cemburu dan tidak percaya
3. Punya riwayat berselingkuh
4. Suka mengatur/mengendalikan sesuai keinginannya
5. Selalu membicarakan mantan
6. Tidak ada keintiman emosional
7. Gaslighting (orang lain ragu terhadap dirinya. Ciri khas orang yang gaslighting yaitu suka bohong)
8. Breadcrumbing ( suka menggoda orang yang mereka sukai meski tidak punya keinginan untuk berhubungan lebih lanjut/ menggantung hubungan).
*Akar Masalah*
Membaca kategori tersebut di atas, yang terbayang adalah akar masalah yang menumbuhkannya. Mengapa red flag bisa muncul sedemikian rupa dalam tingkat laku perikehidupan manusia. Padahal dalam penciptaannya, manusia ditunjukkan untuk senantiasa berbuat baik di muka bumi sebagaimana firman Allah Ta’ala,
قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ ۚ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Al-Maidah: 100)
اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ ۗوَاِنْ اَسَأْتُمْ فَلَهَاۗ
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri,” (QS. Al-Isra’: 7)
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ ٧ وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ٨
“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.”(QS. Al-zalzalah:7-8).
Tidak dimungkiri, sistem yang diterapkan saat ini bukan lagi habitat ideal bagi makhluk yang bernama manusia. Paradigma sekularisme yang mendasarinya begitu mengagungkan kebebasan atas nama HAM. Peran agama benar-benar disingkirkan. Nilai-nilai moral dipandang sebagai urusan personal yang terlarang bagi negara untuk mencampurinya.
Ditambah lagi, agama yang menjadi kunci kemuliaan justru diotak-atik dengan narasi moderasi dan deradikalisasi, walhasil Islam yang dimoderasi dan dideradikalisasi, sejatinya adalah Islam yang toleran terhadap nilai-nilai Barat yang sekuler dan mengagungkan hak asasi. Termasuk hak asasi untuk berbuat semaunya dan berdampak menyebarluaskan kerusakan.
Parahnya lagi penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang lahir dari sekularisme, telah meniscayakan cara pandang yang dipenuhi nilai-nilai materialisme. Kekuasaan tidak ubahnya seperti sebuah perusahaan bagi para pemilik modal. Hubungan rakyat dan negara, tidak ubahnya seperti bisnis jual beli. Apa pun yang menguntungkan akan dibiarkan berjalan. Tidak heran jika bisnis syahwat yang melenakan pandanga mata, hati dan jiwa semakin melarutkan alunan makna kebahagiaan yang menipu.
Kejahatan sistemik telah memporakporandakan pembentukan kepribadian mulia di negeri ini, hingga wajarlah fenomena “Red Flag” menjadi pokok bahasan yang membuat kecemasan pada sekian banyak pasangan. Kepribadian pasangan yang dianggap toksik dan memandang saling toksik menghancurkan arah langkah peradaban manusia. Ambyar lah tujuan pernikahan, hancurlah cita-cita mewujudkan keturunan tangguh nan cemerlang.