Oleh: Hamsina Ummu Ghaziyah
Saat ini publik tengah hangat memperbincangkan kondisi gerbang wisata Kendari-Toronipa yang mulai rusak di beberapa bagian dindingnya. Padahal, gerbang tersebut belum lama diresmikan. Diketahui, empat gapura yang terdapat di gerbang wisata Kendari-Toronipa itu menggunakan baja dan dilapisi dengan GRC Board. Yang membuat polemik atas bangunan gerbang wisata tersebut adalah karena menelan biaya yang sangat fantastik sebesar Rp32,8 miliar rupiah yang bersumber dari Dana Alokasi Umum. Setelah viral kondisi bangunan gerbang wisata Kendari-Toronipa tersebut viral dibeberapa platform media sosial, Polda Sultra pun mulai mengusut adanya dugaan korupsi gerbang wisata Kendari-Toronipa.
Dilansir dari kompas.id, (13/9/2024), Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara mulai mengusut pembangunan gerbang wisata Kendari-Toronipa yang menuai polemik. Penyelidikan polisi akan mengusut dugaan tindak pidana korupsi dari gerbang senilai Rp 32,8 miliar yang mulai rusak meski baru di fungsikan pada februari lalu. Direktur Kriminal Khusus Polda Sultra Komisaris Besar Bambang Widjanarko menyampaikan, pihaknya akan menyelidiki lebih dalam terkait polemik gerbang tersebut. Terlebih lagi, berbagai informasi mensinyalir adanya dugaan korupsi dari pembangunan gerbang senilai Rp32, 8 miliar tersebut.
Dalam sebuah video dari akun Tiktok @Kini9 juga menampilkan bagian dalam gerbang yang ternyata kosong dengan beberapa bagian dinding sudah bolong dan patah. Dalam video tersebut seorang pria menjelaskan, bahwa sebelumnya masyarakat mengira gerbang ini dibuat dari beton utuh, namun kenyataannya tidak.
Menyoroti polemik gerbang wisata Kendari-Toronipa, masyarakat meminta perhatian serius dari pihak berwenang termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki anggaran yang cukup besar dalam pembangunan gapura tersebut. Melihat kondisi bangunan yang sudah mengalami kerusakan meskipun telah dibenahi ulang, tetap saja pengadaan proyek dengan anggaran yang fantastis tersebut menambah kekecewaan publik yang menuntut transparansi dan kualitas proyek pembangunan tersebut.
Kekecewaan publik pun menyeret Pemprov Kota Kendari, yang mana anggaran sebesar itu harusnya dialokasikan ke berbagai pembangunan infrastruktur yang mulai rusak seperti halnya jalan raya yang berada diberbagai titik dan hal ini seringkali dikeluhkan oleh warga sekitar. Seperti halnya jalan poros Haji Latama Bunggulawa, RT 04, RW 14, Kelurahan Punggolaka, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari. Menurut pengakuan salah satu warga sekitar sudah hampir setahun jalan tersebut rusak dan hingga sampai saat ini belum juga ada perbaikan.
Gerbang wisata Kendari-Toronipa merupakan salah satu proyek mercusuar Gubernur Ali Mazi yang menelan anggaran kurang lebih Rp33 miliar. Proyek ini merupakan lanjutan dari pembangunan jalan Kendari-Toronipa yang juga menelan anggaran tak kalah fantastiknya kurang lebih sebesar Rp944 miliar dengan rincian tahap pertama menggunakan anggaran dari APBD tahun 2019 dan tahap kedua menggunakan anggaran dari pinjaman PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Persero.
Selain pembangunan gerbang dan jembatan yang menghubungkan Kendari dan Toronipa, masih ada lagi beberapa proyek mercusuar yang anggarannya tak kalah, seperti, Perpustakaan Internasional dengan anggaran lebih dari Rp100 miliar. Rumah Sakit Jantung dengan anggaran kurang lebih sebesar dari Rp450 miliar. Dari beberapa proyek mercusuar tersebut, faktanya tidak dibahas di DPRD tetapi sudah terdata dan dibukukan di APBD Sultra. Selain itu, pengerjaan proyek-proyek besar dengan anggaran yang cukup fantastis ini tentu didukung oleh pemerintahan daerah karena proyek-proyek tersebut tidak akan jalan jika tidak ada keterlibatan oknum pemerintah.
Menariknya, selama Ali Mazi menduduki jabatan sebagai gubernur, publik kerap kali mengendus aroma korupsi dalam setiap proyek-proyek besar yang dipegangnya, termasuk di antaranya jembatan dan gerbang wisata Kendari-Toronipa. Padahal, pembangunan gerbang wisata Kendari-Toronipa tidak ada urgensinya sama sekali, terlebih di tengah tingkat kemiskinan yang masih tinggi.
Lagi-lagi kita dihadapkan pada kepentingan elit politik yang mencari keuntungan lewat pembangunan dengan dalih kemajuan kota dan kesejahteraan masyarakat. Namun, pada faktanya, masih banyak masyarakat yang hidup dengan rumah tidak layak huni, masih banyak jalan raya yang rusak parah, gedung-gedung sekolah yang perlu direhab terutama yang berada di pedesaan, dan masih banyak lagi yang seharusnya diprioritaskan oleh pemerintah.