Oleh: Elis Manjanik
(Pegiat Literasi)
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menggelar Focus Group Discussion (FGD) pada Selasa, 30 – 31 Juli 2024 di Jakarta dalam rangka Penyusunan Red Flag Indicators Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) terkait Child Sexual Exploitation (CSE) / kejahatan eksploitasi seksual anak. Pada acara itu seluruh pemangku kepentingan yang relevan dihadirkan. Membahas isu hangat yang sudah mengkhawatirkan. Dapat dipastikan merusak generasi peradaban.
Kejahatan seksualitas pada anak tidak cukup dalam negeri, tapi bersifat lintas batas negara (kawasan Asia Tenggara, Australia, dan Pasifik). Di Indonesia, KPAI mencatat pada tahun 2023 terdapat 481 anak korban pornografi dan cyber crime.
Menurut direktur Strategi dan Kerjasama Internasional PPATK, Diana Soraya Noor, dalam aktivitas perdagangan dan eksploitasi anak terdapat perputaran uang ratusan miliar. Diperkirakan 114 miliar di tahun 2022 dan 127,37 miliar untuk saat ini. Lebih 24.000 anak kisaran 10 tahun hingga 18 tahun menjadi korban prostitusi. (ppatk.go.id. 31/7/24).
Menanggapi hal ini, anggota Komisi III DPR Taufik Basari (Tobas) meminta penanganan prostitusi anak oleh penegak hukum dengan sungguh-sungguh. Tak hanya para pelaku, mulai perekrut dan penyedia jasa saja tapi dari hulu hingga ke hilir.
Bukan isapan jempol, anak-anak rentan menjadi korban. Terungkap salah satu modus merekrut anak dengan masuk grup open BO Premium Place. Awalnya korban dijadikan talent dan admin hingga membentuk circle sendiri.
Wakil ketua komisi lll DPR Ahmad Sahroni mengatakan sebetulnya banyak pihak yang perhatian terhadap prostitusi anak namun belum serius membongkar.
Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan dan Perempuan Perlindungan Anak, data eksploitasi atau kekerasan anak di ranah daring cenderung meningkat setiap tahun.
Bisnis esek-esek ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tapi anak- anak di bawah umur. Baik atas kemauan sendiri maupun paksaan dari oknum-oknum tertentu.
Meski prostitusi online sudah mendapat perhatian, dengan keberhasilan polri membongkar sindikat ekploitasi anak dan perempuan. Namun karena tidak adanya sanksi yang tegas dan menjerakan tak heran kasus tersebut terus meningkat.
Sungguh memprihatinkan bahwa sebagian orang tua mereka ternyata tahu. Tapi malah membiarkan menjadi pekerja seks. Bahkan ada yang menjerumuskan anaknya ke lubang hitam. Tak dipungkiri keluarga sebagai pelindung dan penjaga anak tidak berfungsi. Hingga mengizinkan anak-anaknya menjual kesucian mereka untuk berzina demi materi.