Opini

Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Siapa yang Diuntungkan?

102
×

Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Siapa yang Diuntungkan?

Sebarkan artikel ini

Oleh Ummu Kholda
Pegiat Literasi

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai program andalan presiden terpilih Prabowo Subianto makin ramai dibicarakan. Sebelumnya program tersebut dinamakan Makan Siang Gratis. Namun karena beberapa sebab, akhirnya nama itupun diubah menjadi Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini juga diklaim dapat membuka lapangan pekerjaan dan melibatkan banyak usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan program tersebut diperkirakan dapat memberi sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 2025 sampai Rp4.510 triliun atau setara dengan 34,2% dari PDB nasional. Menurut Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, sumbangan tersebut berasal dari efek pengganda (multiplier effect) yang ditimbulkan dari program yang anggarannya digolongkan ke dalam belanja pendidikan. Sementara berdasarkan studi Indef, untuk setiap peningkatan Rp1 triliun pada belanja pendidikan, akan mendorong peningkatan nilai PDB hingga Rp63,52 triliun. Dan untuk setiap Rp1.000 yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk MBG dapat memberi manfaat hingga Rp63.500 terhadap perekonomian nasional. (Tirto.id, 17/10/2024)

Didik J Rachbini, ekonom senior Indef menyarankan agar pemerintah mendesentralisasikan pelaksanaan program MBG kepada UMKM di daerah. Lebih lanjut ia mengatakan, meskipun anggaran yang dialokasikan untuk program MBG itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pelibatan pemerintah daerah juga dapat mengurangi potensi diintervensinya pelaksanaan program tersebut oleh ‘bandit-bandit’ atau pihak yang hanya cari untung. Karena bagaimanapun, pengadaan pasokan bahan baku makanan sampai distribusi berpeluang diincar para bandit, seperti perusahaan-perusahaan yang terkait dengan pimpinan DPR atau ketua partai.

Di sisi lain, program MBG ini juga akan menaikkan impor terutama bahan pangan karena di Indonesia sendiri belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut secara mandiri. Namun demikian, ia juga berharap agar pengadaan bahan pangan tidak serta merta diserahkan kepada pihak asing. (Tirto.id, 18/10/2024)

Program MBG ini direncanakan akan berjalan pada 2025, sehingga mulai dipikirkan terkait ketersediaan bahan baku. Sementara untuk memenuhi kebutuhan susu dan daging, pemerintah membuka peluang bagi swasta untuk mengimpor sapi hidup. Saat ini sudah ada sekitar 46 perusahaan dalam dan luar negeri yang berkomitmen untuk mengimpor 1,3 juta ekor sapi. Selain itu, pemerintah juga akan memberikan dukungan dalam hal perizinan dan menyiapkan lahan seluas 1 juta hektar untuk memelihara sapi. (Merdeka.com, 17/10/2024)

Kapitalisme, Tidak Menyejahterakan Rakyat

Dari awal munculnya program ini, publik sebetulnya sudah bertanya-tanya terkait dari mana sumber pendanaannya, apakah murni dari APBN, atau melibatkan pihak swasta. Jika ditelisik lebih dalam, sudah bukan rahasia lagi jika naiknya pemimpin ke puncak kekuasaan dalam sistem demokrasi jelas ada kontribusi pihak lain. Tidak sedikit juga yang mengatakan bahwa kabinet yang terbentuk saat ini sebagai wujud balas budi. Oleh karena itu, dalam program MBG ini sejumlah perusahaan mulai mendekat, apalagi pemerintah memberikan lampu hijau kepada pihak swasta melalui Perpres Nomor 83/2024 mengenai Badan Gizi Nasional (BGN). Di sana mengatur tentang pendanaan BGN yang salah satunya dari sumber lain yang tidak mengikat. Dengan begitu, pihak swasta dapat terlibat melalui program-program tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR).

Dengan adanya Perpres ini, terkuaklah sumber pendanaan program MBG. Meskipun awalnya mengatakan sumber dananya dari APBN, akan tetapi tahapan implementasi program ini makin tampak melibatkan swasta. Artinya memang membuka peluang bagi para pebisnis untuk ikut terlibat dalam program tersebut, misalnya sebagai pemasok bahan baku. Sebagai pemasok, tentulah pihak swasta akan memperoleh pasar baru dan keuntungan yang besar. Alhasil, program MBG tidak lebih sebagai ruang bisnis segelintir orang dan upaya lepas tangan pemerintah dalam menyelesaikan peliknya permasalahan di negeri ini.

Lebih jauh lagi, program MBG andalan presiden terpilih ini berpeluang terjadinya korupsi karena melibatkan banyak pihak termasuk pihak pengadaan barang dan jasa. Hal ini karena proyek semacam ini rawan dengan kecurangan, apalagi melibatkan dana yang sangat besar, penyalahgunaan dana pun sangat memungkinkan. Terlebih di tengah kondisi maraknya pejabat yang korup. Bahkan lebih parahnya lagi megaproyek ini akan menjadi ajang bancakan para penguasa dan pengusaha.

Oleh karenanya, pemerintah seharusnya menelaah ulang lagi ketika membuat program. Jangan sampai niat ingin membuka lapangan kerja dan menyelesaikan program generasi sehat dan berkualitas malah menjadi bumerang bagi negara sendiri, salah satunya tindak korupsi. Bahkan dalam pidato panjangnya, presiden terpilih berjanji akan memberantas praktek korupsi. Oleh karena itu, program MBG harusnya menjadi awal gerakan nyata pemerintah menumpas korupsi yang kian menggurita.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *