Oleh. Teti
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy baru-baru ini mendukung penggunaan pinjaman online (pinjol) untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa, yang menimbulkan kontroversi. Muhadjir melihat langkah ini sebagai bantuan bagi mahasiswa yang mengalami kesulitan finansial dalam melanjutkan pendidikan tinggi.
Namun, pandangan ini tidak seluruhnya diterima, termasuk oleh pengamat kebijakan publik seperti Trubus Rahardiansah dari Universitas Trisakti. Trubus mengkhawatirkan implikasi regulasi dan potensi penyalahgunaan dana dalam keterlibatan pinjol dalam pendidikan. Dia berpendapat bahwa solusi idealnya adalah mahasiswa didukung oleh sistem pendidikan yang terjangkau, bukan terjebak sebagai nasabah pinjol.
Isu ini juga menyoroti kekhawatiran terhadap praktik ekonomi ribawi yang bertentangan dengan prinsip syariah Islam, yang menekankan akses adil dan idealnya gratis terhadap pendidikan. Dalam konteks ekonomi Islam, pendanaan pendidikan dapat berasal dari infak, wakaf, dan dana dari baitul mal negara, yang harus dipastikan halal dan bermanfaat.