Opini

Predator Anak Marak Mengintai, Negara Abai

173
×

Predator Anak Marak Mengintai, Negara Abai

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ayu Ummu Umar
(Pegiat Opini)

Maraknya kasus kekerasan seksual pada anak, kian menampakkan potret buram negeri ini. Seperti yang terjadi di salah satu daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Naas, seorang anak yang berinisal DCN (7) yang merupakan seorang siswi SD telah menjadi korban pemerkosaan sekaligus pembunuhan di salah satu area perkebunan. (Kompas..com, 17-11-2024)
Tak hanya itu, kasus pemerkosaan juga terjadi di daerah Ende, NTT. Pelakunya adalah seorang petani berinisial MJA (40) yang telah melakukan tindakan kekerasan seksual pada anak dibawah umur berinisial Z (16) yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan korban. (Kompas..com, 16-11-2024)

Sedangkan dikutip dari Kompas..id (12-11-2024), fakta mengejutkan datang dari daerah Jawa Barat, dimana provinsi tersebut sangat rentan terjadi kasus pelecehan seksual pada anak laki-laki. Adapun selama 11 bulan, terhitung ada 171 kasus yang diantaranya terjadi dalam lingkungan rumah tangga.

Tindakan pelecehan seksual yang kian merajalela menimpa anak-anak, bak tamparan telak di wajah negeri ini. Tentu saja, hal tersebut semakin menambah daftar panjang bukti kegagalan negara dalam menanggulangi permasalahan yang tak henti-hentinya membayangi. Ironisnya, masih banyak predator anak yang tidak terdeteksi diluar sana yang siap memangsa korbannya, kapanpun dan dimanapun. Lantas, mengapa kasus pelecehan hingga kekerasan seksual pada anak seringkali berulang?

Imbas Sekularisme

Keberadaan predator anak tentu sangat mengancam keamanan dan keselamatan anak-anak di negeri ini, karena tidak hanya dari lingkungan luar, tetapi tidak jarang tindakan kekerasan seksual hingga berujung pada kasus pembunuhan bahkan datang dari keluarga yang merupakan orang terdekat dari si korban. Melansir dari Kabarborneo.id (5-8-2023), seorang ayah berinisial S (45) tega menggauli hingga membunuh anak gadisnya sendiri yang berusia 17 tahun.

Kerusakan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, merupakan dampak dari penerapan paham sekularisme yakni berupa pemisahan agama dari kehidupan yang telah mendarah daging di negara yang menerapkan paham ideologi asing ini. Sehingga, tak heran jika halal haram kian bercampur aduk. Agama yang semestinya menjadi pengatur kehidupan, hanya dijadikan sekedar ibadah ritual semata. Akibatnya, banyak yang melakukan pelanggaran syariat demi kepuasan jasadiyah, asal menguntungkan bagi diri dan kehidupannya. Kuatnya arus pemikiran sekuler liberal, juga menyebabkan kerusakan terstruktur pada lapisan masyarakat.

Keberadaan sistem sekuler liberal yang menghalalkan kebebasan dalam berperilaku telah melemahkan iman, merusak naluri dan akal manusia yang hanya didominasi oleh hawa nafsu belaka yang pada akhirnya merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Minimnya Peran Keluarga hingga Negara.

Jika menelisik kasus pelecehan dan kekerasan seksual pada anak yang pelakunya justru kebanyakan berasal dari keluarga dari si korban, maka akan jelas mustahil jika harus mengandalkan keluarga terlebih jika ternyata salah satu keluarga tersebut merupakan seorang pelaku kekerasan seksual untuk dijadikan tameng perlindungan bagi anak. Selain itu, kurangnya kontrol sosial oleh masyarakat sekuler yang cenderung bersifat individualistis, sehingga menyebabkan kurangnya kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Serta, minimnya peran negara dalam menjamin perlindungan terhadap masyarakat terlebih pada anak, yang semestinya penguasa mulai dari pejabat setempat hingga pemerintahan pusat, berperan aktif dalam menuntaskan berbagai problematika yang menimpa masyarakatnya melalui kebijakan yang mampu menghentikan tindakan kekerasan seksual secara sistematis.

Adapun faktor penyebabnya seharusnya diberantas secara tuntas dengan menutup semua akses media sosial yang menayangkan berbagai konten yang mengarah pada pornografi dan pornoaksi ataupun konten-konten kekerasan yang dapat menjerumuskan individu pada perbuatan yang melanggar syariat, bukan dengan ikut termakan oleh propaganda barat yang menyusupkan paham sekuler liberal melalui media sosial hingga pendidikan yang sangat merusak pemikiran generasi hari ini. Selain itu, lemahnya penerapan sistem hukum di negara ini, yang tidak mampu memberikan efek jera kepada para pelaku, sehingga kasus seperti ini terus berulang. Melansir dari fahum.umsu.ac.id (12-11-2024), hukuman yang paling ringan bagi pelaku pelecehan & kekerasan seksual adalah selama 5 tahun dan paling berat 12 tahun penjara. Kemudian jika sampai menghilangkan nyawa korban, dapat meningkat hingga 15 tahun masa kurungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *