Oleh Khatimah
Pegiat Dakwah
Ada apa dengan Indonesia ini? Negeri yang mayoritas muslim dikenal berbudi luhur, ramah dan bersahaja, lengkap dengan peraturan hukum. Namun sebagian masyarakat apalagi generasi jauh dari cerminan perilaku terpuji. Lagi-lagi didapati para remaja yang menjadi harapan untuk melanjutkan estafet perjuangan bangsa, tidak mendapatkan perlindungan keamanan. Meski tiap tahun dunia memperingati hari perlindungan anak yang jatuh pada tanggal 20 November, hal tersebut tidak berpengaruh pada keamanan anak bangsa, yang dengan mudahnya mengalami pelecehan hingga berujung tragis yakni pembunuhan.
Dalam beberapa waktu lalu didapati kabar tragis yang dialami oleh salah satu anak di Banyuwangi Jawa Timur. Arifah Choiri Fauzi yang merupakan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), mengecam dan meminta kepada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kejadian ini, dan menemukan pelaku kejahatan tersebut demi tegaknya hukum dan keadilan bagi keluarga korban. Beliau pun mengutuk keras yang dialami anak berinisial DCN (7), merupakan siswi kelas 1 madrasah ibtidaiah (MI), dibunuh dan diperkosa sepulang sekolah pada Rabu. (Kompas.com 17/11/2024)
Hal serupa terjadi pula terhadap A (14) warga Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, ketika seorang ibu korban melapor kepada kepolisian setempat tentang apa yang dialami oleh anaknya, yaitu berupa pelecehan dan pemerkosaan yang dilakukan tiga tersangka MF (23), MS (17), dan NM (15). Peristiwa rudapaksa tersebut terjadi saat mereka pulang dari Lhoksukoumawe ke Aceh Utara. Dalam mobil, korban diperkosa. Mobil dikunci sembari berjalan. “ketika tiba di Lhoksukon, kedua pelaku menurunkan korban di perempatan kota tanpa memberikan apa pun,” ujar Kasat Reskrim Polres Aceh Utara, AKP Novrizaldi. (Kompas.com 17/11/2024).
Dari kasus tersebut jelas membuktikan jika kondisi anak kian terancam, generasi bangsa dengan mudah mampu melakukan perbuatan sangat keji di luar akal sehat, sesakit itukah penerus bangsa ini? hingga tidak mampu mengendalikan akal dan nafsunya. Kerusakan remaja kian hari makin parah, begitupun dengan keamanan yang semakin minim. Mulai dari seks bebas, narkoba dan kriminalitas semakin meluas dikalangan remaja.
Inilah dampak dari paham liberalisme, disadari atau tidak sungguh musuh-musuh Islam sedang berupaya untuk menghancurkan generasi kaum muslim, melalui perang pemikiran (ghazwul fikri). Liberalisme memberikan dampak pemikiran yang buruk, membebaskan siapaun untuk melakukan apa saja, baik itu dalam hal pakaian yang mengumbar aurat, tontonan pornografi atau hiburan dan pergaulan kebarat-baratan yang bertentangan dengan syariat Islam.
Maka wajar jika kasus mengerikan yang menimpa remaja saat ini kerap terulang. Pihak Keluarga, masyarakat sekitar dan negara, belum mampu menjadi benteng perlindungan bagi anak. Karena sistem atau atauran yang diberlakukan sudah salah tidak sesuai dengan fitrah manusia. Di mana manusia itu diciptakan oleh sang Maha Pencipta lengkap dengan aturannya, tidak dibiarkan berdiri sendiri. Jika manusia tidak dibersamai dengan aturan pasti akan kehilangan kendali tanpa arah, maka kerusakan akan terjadi seperti hal nya pada sistem sekuler saat ini di mana agama dipisahkan dalam aturan kehidupan.
Peran negara yang seharusnya melindungi remaja dari berbagai tontonan fantasi liar, tidak hadir malah sebaliknya. Negara membiarkan faktor-faktor penyebab maraknya predator anak merajalela, di mana hal tersebut bisa di akses dalam dunia digital. Yang dapat dipastikan akan lebih bebas mengekspresikan eksistensinya sebagai remaja, lifestyle barat dijadikan budaya yang melekat. Pemikiran yang didapat dari perkembangan teknologi barat, menjadi aturan dalam kehidupan bagi sebagian remaja muslim saat ini, tanpa menyaring baik dan buruk bagi perilakunya. Ditambah pengelolaan tempat pariwisata, negara lebih memfokuskan sebagai ladang bisnis tanpa peduli budaya asing yang rusak akan masuk dan ditiru oleh remaja. Sungguh ini adalah kerusakan yang mengerikan jika terus dibiarkan tanpa aturan agama.
Apa yang terjadi pada penguasa negeri ini, hingga tidak bisa menutup akses penyebab rusaknya moral generasi? Lagi-lagi asas manfaat atau keuntungan dijadikan prinsip dalam menentukan kebijakan, sistem kapitalis tidak akan pernah melihat kemudharatan selagi menguntungkan baginya, dan akhirnya para remaja generasi penerus yang menjadi korban.
Lemahnya keimanan individu juga menjadi penyebab kenakalan remaja, juga buruknya standar interaksi yang terjalin di antara masyarakat. Akhirnya sebuah sikap dan kebiasaan individual muncul, remaja lebih suka sibuk dengan dunianya sendiri, dari pada memikirkan saudara-saudarinya diluar sana yang kesulitan, juga tidak adanya amar ma’ruf ketika melihat perbuatan salah pada periluka suadara seimannya. Hingga keegoisan membuat hati mereka keras dan sulit diarahkan.
Dalam dunia pendidikan pun peran negara sangatlah minim dalam melindungi anak, juga dalam mengedukasi anak untuk terikat dengan agama, agar memiliki rasa takut kepada Rabb semesta alam. Begitupun dengan wajibnya belajar agama Islam, tidak ditumbuhkan pada benak generasi.
Karena pendidikan yang berasas sekuler tidak begitu mementingkan pelajaran agama, menurutnya agama hanya ada dalam ibadah ritual saja, diluar itu tidak perlu bawa-bawa agama. Bahkan ada beberapa dari ajaran Islam, dalam dunia pendidikan saat ini dihapus seperti jihad dan kepemimpinan dalam Islam (khilafah. Maka wajar jika pelajaran agama yang diberikan dari sekolah, hanya seminggu sekali itu pun hanya dua jam saja.