Opini

Potret pendidikan di Daerah Pelosok Sulawesi Selatan: Antara Harapan dan Kenyataan

411
×

Potret pendidikan di Daerah Pelosok Sulawesi Selatan: Antara Harapan dan Kenyataan

Sebarkan artikel ini

Beberapa waktu yang lalu, penulis mengikuti kegiatan sosial sebagai relawan pendidikan di salah satu daerah di pelosok Kabupaten Sinjai. Berdasarkan pengamatan penulis, potret pendidikan di daerah tersebut sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, penulis merasa tergerak untuk menulis sebuah opini mengenai kondisi pendidikan di pelosok Sulawesi Selatan.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa, Pendidikan adalah fondasi utama dalam pembangunan manusia dan peradaban. Di Indonesia, khususnya di daerah pelosok Sulawesi Selatan, pendidikan seharusnya menjadi prioritas utama dalam upaya menciptakan pemerataan dan kemajuan sosial. Namun, potret pendidikan di daerah-daerah terpencil ini masih jauh dari harapan. Meski ada kemajuan, tantangan yang dihadapi terlalu besar untuk dianggap remeh. Di balik slogan pemerataan pendidikan, banyak realitas pahit yang harus dihadapi oleh anak-anak di pelosok. Salah satu pertanyaan yang muncul adalah, apakah kebijakan yang ada benar-benar mencerminkan kebutuhan daerah-daerah tersebut, ataukah hanya solusi jangka pendek yang tidak menyentuh akar masalah?

Infrastruktur Pendidikan yang Tak Kunjung Memadai

Salah satu kendala terbesar yang menghambat pendidikan di pelosok Sulawesi Selatan adalah infrastruktur yang buruk. Meskipun pemerintah telah berupaya membangun dan merenovasi sekolah, kenyataannya banyak sekolah yang masih terabaikan dan tidak memenuhi standar minimum. Beberapa sekolah di daerah pedalaman bahkan tidak memiliki fasilitas dasar seperti ruang kelas yang layak, papan tulis, hingga sanitasi yang memadai. Keterbatasan fasilitas ini membuat proses belajar mengajar menjadi tidak optimal. Siswa terpaksa belajar di ruang kelas yang sempit dan tidak nyaman, yang dapat mengganggu konsentrasi dan semangat mereka.

Selain itu, masalah aksesibilitas juga tidak bisa diabaikan. Di daerah pegunungan yang sulit dijangkau, banyak siswa harus menempuh perjalanan jauh, bahkan ada yang harus berjalan kaki berjam-jam hanya untuk sampai ke sekolah. Masalah ini semakin parah ketika musim hujan datang, menyebabkan jalanan yang berlumpur dan sulit dilalui. Hal ini menyebabkan ketidakhadiran yang tinggi dan turut berkontribusi pada tingginya angka putus sekolah. Sebuah ironi: meskipun ada kebijakan yang mendukung pendidikan untuk semua anak, akses fisik menuju sekolah saja masih menjadi hambatan besar bagi sebagian besar siswa.

Keterbatasan Akses Teknologi: Kesenjangan Digital yang Mencolok

Di era digital seperti sekarang, akses ke teknologi adalah keharusan. Namun, kenyataan di pelosok Sulawesi Selatan sangat jauh dari harapan. Banyak sekolah yang belum memiliki koneksi internet yang stabil, dan lebih memprihatinkan lagi, beberapa sekolah tidak memiliki fasilitas komputer untuk mendukung pembelajaran berbasis teknologi. Di tengah dunia yang semakin terhubung, ketidakmampuan untuk mengakses informasi digital berarti siswa di daerah ini tertinggal jauh dari perkembangan global.

Kekurangan Tenaga Pengajar yang Kompeten dan Terlatih

Di Sulawesi Selatan, masalah kekurangan tenaga pengajar yang berkualitas di daerah pelosok sangat serius. Banyak sekolah yang kekurangan guru, dan bahkan jika ada, sebagian besar dari mereka tidak memiliki pelatihan yang memadai untuk menghadapi tantangan pendidikan di daerah terpencil. Kekurangan ini bukan hanya soal kuantitas, tetapi juga kualitas. Guru-guru yang ditempatkan di daerah terpencil seringkali belum mendapatkan pelatihan yang cukup dalam menggunakan metode pengajaran yang inovatif dan sesuai dengan karakteristik siswa di daerah tersebut.

Selain itu, faktor lain yang memperburuk masalah ini adalah rotasi guru yang tinggi. Beberapa guru yang ditempatkan di daerah terpencil cenderung mengundurkan diri setelah beberapa waktu karena merasa tidak ada insentif atau dukungan yang cukup. Keadaan ini menciptakan ketidakstabilan dalam pendidikan di daerah tersebut. Siswa yang seharusnya mendapatkan pendidikan yang berkualitas sering kali terpaksa harus belajar dengan pengajaran yang tidak optimal karena pergantian guru yang begitu sering.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *