Oleh Neneng Sriwidianti
Pengasuh Majelis Taklim
“Suatu negeri akan hancur jika pengkhianat menjadi petinggi dan harta dikuasai orang-orang fasik.” (Umar bin Khathab)
Apa yang digambarkan oleh khalifah Umar sama persis dengan kondisi yang terjadi di negeri ini. Pemimpin yang datang silih berganti nyatanya gagal menuntaskan problematika yang menjerat rakyatnya. Misal, penjajahan SDA oleh asing, stunting, kemiskinan, kesejahteraan, kriminalitas, narkoba, tawuran, dan sebagainya. Pemimpin telah gagal untuk mengurus rakyatnya. Begitulah, ketika kepemimpinan yang diraihnya hasil dari tipu-tipu dan kebohongan. Ironisnya lagi, di dalam sistem saat ini mereka yang sudah menjadi tersangka, masih bisa dilantik menjadi wakil rakyat. Seperti peristiwa yang terjadi di Kota Bandung.
Sebanyak 50 anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kota Bandung 2024-2029 telah resmi dilantik, Senin (5/8). Di antara mereka ada tiga orang yang berstatus tersangka KPK dalam kasus dugaan korupsi, Program Bandung Smart City. Mereka adalah Riantono dan Achmad Nugraha (PDI Perjuangan) dan Yudi Cahyadi (PKS). Menurut pimpinan sementara DPRD Kota Bandung, Agus Andi S. pelantikan ketiga tersangka sudah sesuai aturan. Pasalnya, mereka berhak dilantik sambil menunggu proses hukum yang tengah berjalan. (mediaindonesia.com, 5/8/2024)
Campakkan Demokrasi
Sungguh tidak punya malu, orang yang menyandang status tersangka masih dilantik menjadi wakil rakyat. Alih-alih memberi contoh yang baik bagi rakyat, mereka malah terdepan dalam melanggar aturan. Begitu juga rakyat yang memilihnya, mereka buta politik, tidak pernah berpikir bagaimana memilih pemimpin dalam Islam. Tergiur dengan janji-janji manis, nyatanya racun berbalut madu.
Jika negeri ini masih menganut sistem demokrasi, mendamba pemimpin yang adil, seperti menegakkan benang basah. Karena demokrasi meniscayakan hukum dibuat oleh manusia. Padahal, mana mungkin manusia yang lemah (dalam hal ini anggota dewan) membuat aturan untuk mengatur manusia yang lainnya. Alhasil, bukan keberkahan yang datang tapi musibah yang terus mengepung negeri ini.
Demokrasi dengan kebebasan yang diusungnya telah membuat negeri ini menjadi rusak hampir di seluruh aspek kehidupan. Benar, apa yang dikatakan oleh Mahfud MD, bahwa orang yang baik ketika berada di sistem ini akan berubah menjadi setan. Hal ini, seperti yang menimpa tiga anggota dewan yang baru dilantik. Saking rakusnya terhadap kekuasaan, status tersangka yang melekat pada mereka, tidak membuatnya mundur menjadi wakil rakyat. Padahal, mereka adalah orang-orang fasik yang tidak berhak menjadi pemimpin. Begitu juga para pejabat terkait, mereka telah melakukan dosa jariyah dengan meloloskan orang fasik menjadi pemimpin.
Jelaslah, bahwa semua tatanan hidup saat ini rusak secara sistemik. Karena sistem demokrasi tegak di atas asas sekularisme yang menihilkan peran Tuhan di dalam mengatur kehidupan, termasuk konsep halal/haram. Apapun boleh dilakukan demi meraih kekuasaan. Legalitas sebuah tindakan pun bisa diatur dengan kekuatan uang, tipu-tipu dan sejenisnya, yang penting bagi mereka bisa melenggang menjadi anggota dewan.