Opini

Pontianak Masihkah Kota Layak Anak

106

Oleh: Fathimah Ali, S.E

(Aktivis Dakwah, Guru)

Rasulullah SAW. bersabda, “…Surga di bawah kaki ibu.” (Hadist Riwayat Ibnu Majah). Seperti yang diketahui bahwa seorang ibu mempunyai peran yang sangat penting dalam membangun keluarga. Keluaraga tanpa ibu ibarat rumah tanpa tiang. Saking pentingnya, surga berada di bawah telapak kakinya. Namun, yang menjadi ironi saat ini, ibu seakan menjadi ancaman nyata dalam keluarga. Akhir- akhir ini, jagat maya dihebohkan dengan kasus pembunuhan anak bernama Nizam yang menjadi korban oleh ibunya sendiri, di salah satu daerah di Pontianak yang ditemukan tewas di dalam karung di rumahnya dengan motif kebencian dan kecemburuan.

Kasus kekerasan anak bukan lagi menjadi hal yang baru di tengah-tengah masyarakat. Angkanya pun kian hari kian melonjak. Pontianak sendiri tercatat, ada 107 kasus kekerasan anak di tahun 2024. Makin memperparah angka kekerasan anak di Indonesia capai 15.267 kasus di 2024 (goodstats.id, 15-08-2024).

Ini menjadi penting untuk dibahas, karena Indonesia memiliki visi misi membentuk generasi emas di tahun 2045. Namun, jauh dari harapan bangsa bahkan sangat memprihatinkan. Daruratnya generasi saat ini setidaknya disebabkan beberapa faktor. Yang pertama, pendidikan keluarga yang jauh dari pendidikan moral dan akhlak. Di mana anak-anak seharusnya menjadi masa depan bangsa, dikarenakan ibu yang harus berperan dalam mendidik justru menghardik, memukul bukan merangkul. Disamping itu, peran ibu tergerus akibat mengejar karier. Inilah kegagalan feminisme di mana perempuan didorong untuk siap bekerja yang itu bukan menjadi tugas perempuan. Dengan mengambil dalih kesetaraan gender, mereka menganggap ketika perempuan berkarier akan tercipta keluarga yang harmonis. Nyatanya tidak demikian, beban kerja dan ekonomi yang berat membuat para perempuan mudah stress yang berimbas kepada pola asuh pendidikan anak di rumah. Terciptanya kehidupan materialis yang membelenggu menjauhkan pada pola pendidikan yang jauh dari Islam.

Yang kedua, faktor lingkungan yang serba bebas menghasilkan perempuan yang berperilaku anarkis dan tidak bermoral. Sehingga mereka menerapkan pendidikan yang keras alhasil, tercipta kekerasan sampai kepada pembunuhan. Mendapatkan materi namun minim akhlak. Yang ketiga, negara gagal dalam menjalankan perannya dalam mewujudkan Kota Layak Anak (KLA) di Indonesia. Perlindungan yang khusus untuk anak yang dijanjikan, namun masih banyak terjadi kasus kekerasan yang menimpa generasi muda saat ini.

Exit mobile version