*Politik Dalam Kacamata Demokrasi*
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, kata demos yang artinya khalayak atau rakyat dan kratos yang astinya pemerintahan, maksudnya adalah pemerintahan dari, untuk, dan oleh rakyat. Sayangnya, pada praktiknya hanya segelintir politisi di lembaga legislasi yang berperan dalam menentukan pemerintahan. Politisi ini, bekerja sama dengan penguasa untuk menyusun undang-undang demi melancarkan tujuan pribadi dan kroninya.
Akibatnya, undang-undang yang dihasilkan selalu mencekik rakyat. Mereka merampas hak rakyat secara legal yang mengatasnamakan taat pada undang-undang yang berlaku. Demikianlah sistem demokrasi yang zalim terhadap rakyat.
*Islam Pengganti Politik Dinasti*
Kondisi hari ini, berbeda sangat jauh dari Islam. Islam berasaskan akidah Islam dalam menjalankan kekuasaannya. Di dalam Islam kekuasaan bertujuan untuk mengurusi urusan rakyat. Seorang Khilafah mengemban amanah kekuasaannya untuk kemuliaan Islam dan kemaslahatan kaum muslimin, bukan kepentingan pribadi bahkan kroninya. Sikap Khilafah demikian, dilakukan untuk taat dan meneladani Rasulullah Saw.
Sebagaimana hadis Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari, “ketahuilah setiap manusia merupakan seorang pemimpin dan setiap pemimpin tersebut akan dimintai pertanggungjawaban terhadap orang yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat yang banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari)
Di dalam Islam memiliki mekanisme yang efektif dan efisien untuk memilih seorang penguasa. Adapun cara untuk memilih Khalifah yaitu secara langsung, halul halli wal aqdi, dan majelis syura. Syarat untuk menjadi penguasa di dalam Islam yakni, adil, balig, muslim, laki-laki, berakal, merdeka, dan mampu untuk memikul amanah pemimpin. Dengan demikian, Khalifah akan mengeliminasi orang-orang yang tidak berkompeten di dalam memimpin.
Kemudian, salah satu pilar penerapan Khilafah adalah kedaulatan di tangan syarak. Hal ini, menunjukkan bahwa undang-undang yang berlaku sesuai dengan ketetapan yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadis, Ijmak, dan Qiyas. Sehingga, tidak ada pengubahan undang-undang yang disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan kroninya.
Adapun penentuan seseorang untuk menjadi Gubernur (Wali) atau Bupati atau Wali Kota (Amil) melalui penunjukan Khalifah. Apabila, Wali/Amil setelah menjabat melakukan pelanggaran, pengkhianatan, dan menyalahi tujuh syarat sah pengangkatannya yang telah di tetapkan. Maka, Khalifah memiliki hak untuk memberhentikan jabatanya, meskipun baru menjabat selama satu atau dua hari.
Melalui majelis syura, rakyat memiliki peran besar untuk memuhasabahi dan mengawasi penguasa. Rakyat pun, boleh menyampaikan ketidakridaanya terhadap penguasa yang diangkat untuk mereka melalui pengaduan langsung kepada Khalifah atau Mahkamah Mazalim. Sehingga, kekuasaan menjadi kekuasaan yang menjamin kemaslahatan rakyat.
Wallahu a’lam bishsawab