Oleh Rahma (Aktivis Muslimah)
Umat Islam di Indonesia kembali diresahkan dengan adanya penemuan oleh pihak Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) terkait adanya produk pangan yang mendapatkan sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal ( BPJPH ) Kementerian Agama, padahal namanya identik dengan minuman keras seperti “tuak, wine, beer”. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh (WartaBanjar.com, 01-10-24 ).
Suatu hal yang wajar jika ramai diperbincangkan dan menuai konflik karena persoalan halal adalah sesuatu yang sensitif bagi penduduk di negeri ini, mengingat mayoritas adalah kaum muslim. Namun mirisnya hal itu dianggap aman karena sertifikasi tersebut berkaitan dengan namanya saja sedangkan dzatnya halal. Hal tersebut dijelaskan oleh Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Mamat Salamet Burhanudin. Sementara pihak MUI menyatakan bahwa produk tersebut tidak melalui penetapan halal Komisi Fatwa MUI.
Inilah model sertifikasi halal dalam sistem kapitalisme. Nama tak jadi soal asal dzatnya halal. Padahal hal tersebut berpotensi menimbulkan kerancuan yang dapat membahayakan, karena persoalannya adalah halal haramnya suatu benda, yang dalam Islam merupakan persoalan yang sangat mendasar.
Meskipun akhirnya ada kesepakatan antara lembaga BPJPH, MUI dan Komite Fatwa terkait solusi masalah penamaan produk bersertifikat halal, tapi bukan berarti sertifikasi halal tidak lepas dari persoalan lain. Ada celah yang bisa diambil keuntungan sehingga sertifikasi pun dijadikan ladang bisnis. Sertifikasi halal ini sudah menjadi bagian industri.
Selain proses pengurusannya yang sangat rumit dan lama, besarnya biaya untuk mendapatkan sertifikat juga sangat membebani masyarakat. Apalagi ada aturan batas waktu sertifikasi. Bukan saja membebani para pelaku industri makanan saja. Pelaku usaha transportasi pun harus memiliki sertifikasi halal. Dimana biaya pengurusannya juga cukup besar.
Akhirnya rakyat terkesan dipaksa menelan pil pahit tanpa ada pilihan lain dalam menyelesaikan setiap persoalan hidupnya. Inilah buah dari sistem pemerintahan kapitalis.