Oleh: Fadillah Noviantika
Aktivis Muslimah
2015 merupakan awal tahun Indonesia mengalami bonus demografi dengan puncaknya diperkirakan pada 2020-2035, dengan jumlah penduduk usia produktif mengalami kelonjakan yang besar dapat berperan sebagai sumber tenaga kerja dan pelaku ekonomi demi mempercepat pencapaian tujuan-tujuan pembangunan. Tetapi banyaknya data jumlah masyarakat usia produktif ini tidak diimbangi dengan peluang pekerjaan yang memadai, justru terjadi ketimpangan via DATAin BPS.
Seperti yang disebutkan Artikel Kompas berjudul “Kelas Menengah: dari Zona Nyaman ke Zona Makan”, perlindungan sosial kelas menengah perlu mendapat pekerjaan dengan pendapatan yang memadai, instrumen perlindungan sosial dan lapangan kerja kelas menengah memang perlu dipikirkan. Mereka tak tergolong miskin tetapi guncangan ekonomi dapat mengantar mereka kepada kemiskinan. Data BPS menunjukkan, peningkatan penganggur muda justru terjadi di kelompok tamatan SMK. Mungkin karena apa yang dipelajari di SMK tak cocok dengan kebutuhan perusahaan.
Tak hanya itu, mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), 3,6 juta Gen Z usia 15-24 per Februari 2024 menganggur tahun ini. Ada sejumlah faktor yang membuat banyak anak muda menganggur, salah satunya salah memilih sekolah dan jurusan bahkan tidak bisa melanjutkan ke bangku perkuliahan.
Itulah yang menjadi persoalannya saat ini. Hal tersebut disebutkan oleh Denni Puspa Purbasari (Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja) dalam wawancaranya yang dimuat pada laman CNBC Indonesia, yang menjadi persoalan saat ini memang anak muda yang tak terserap di dunia kerja, meski sudah memiliki gelar sarjana tapi jurusan perkuliahan yang mereka ikuti tak ada kaitannya dengan kebutuhan perusahaan di Indonesia.