Opini

Pilkada 2024 Menentukan Masa Depan Bangsa

139
×

Pilkada 2024 Menentukan Masa Depan Bangsa

Sebarkan artikel ini

Oleh : Siti Zaitun.

Tahun 2024 adalah tahun politik dimana Indonesia melakukan pesta rakyat untuk memilih pemimpin, mulai dari presiden, wakil rakyat hingga pemimpin daerah. Seluruh rakyat diperbolehkan menggunakan hak suaranya secara langsung untuk menentukan pemimpin mereka di masa depan. Setelah pemilihan presiden selesai, lanjut pemilihan kepala daerah ( pilkada) yang dilakukan seretak tepat pada tanggal 27 November 2024 lalu. Namun, partisipasi rakyat pada pilkada tahun ini mengalami penurunan.

Partisipasi rakyat pada pilkada tahun 2024 adalah yang terendah sepanjang sejarah, hanya mencapai 68,18 persen. Pilkada Jakarta dan Sumatra Utara ( Sumut) menempatinya urutan terendah dari seluruh daerah di Indonesia. Jika dihitung suara sah di jakarta hanya sekitar 53 persen dari seluruh jumlah daftar pemilih tetap ( DPT) dan jumlah rakyat yang pergi ke tempat pemungutan suara ( TPS) mencapai 57,6 persen. Begitu juga dengan Sumut hanya sebesar 55,6 persen. ( Liputan6. com, 03-12-2024).

Penyebab partisipasi rakyat rendah ada banyak hal penyebab rendahnya partisipasi rakyat pada pilkada 2024 diantaranya:

Pertama: adanya kelelahan dan kejenuhan masyarakat dan petugas pilkada karena menyelenggarakan pemilu nasional dan pilkada serentak pada tahun yang sama. Hal ini mempengaruhi kinerja petugas dalam persiapan pilkada dan mensosialisasikannya.

Kedua: ketidakpuasan masyarakat terhadap calon kepala daerah yang diusung partai. Rakyat tidak melihat kesesuaian calon dengan keinginan rakyat. Beberapa calon yang diusung partai adalah orang yang akan bekerja untuk partai, bukan untuk membela rakyat. Bahkan, sebagian calon telah diketahui latar belakang kepemimpinannya. Adapun tokoh yang diinginkan rakyat tidak diusung partai seperti pilkada Jakarta, tidak adanya Anies Baswedan dalam daftar calon gubernur DKI Jakarta.

Ketiga: bencana alam. Adanya bencana alam, seperti banjir bandang dan longsor di wilayah Sumut, termasuk diMedan, ibu kota provinsi. Banjir yang melanda wilayah Sumut tepat pada hari pilkada membuat masyarakat lebih memilih menyelamatkan hartanya dari pada datang ke TPS. Bahkan, beberapa TPS pun ikut terkena banjir hingga pemilihan tidak bisa dilaksanakan.
Keempat: penegakkan hukum terkait pelanggaran pidana pilkada tidak optimal. Banyak aktivitas politik uang di tengah-tengah masyarakat masih terjadi. Walaupun pilkada 2024 bukanlah pertama kali, tetapi calon pemimpin daerah tetap saja menggunakan jalan kotor, yaitu membagi- bagikan uang untuk memenangkan kompetisi pilkada.

Kelima: rakyat apatis. Sebagian rakyat sadar bahwa memilih atau tidak, tidak akan mengubah nasib mereka, justru makin buruk. Sikap apatis ini telah mengakar kuat di benak masyarakat hingga mereka enggan berpartisipasi dalam pilkada tahun ini.

Matinya Eksistensi demokrasi Partisipasi rakyat rendah pada pilkada 2024 menjadi ketakutan tersendiri bagi pemerintah. Pasalnya, akan menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah untuk memimpin. Kelayakan pemimpin daerah pun akan dipertanyakan. Rakyat juga akan enggan mengikuti aturan karena merasa bahwa pemimpin itu bukan pilihan hati mereka.

Selain itu, tingginya angka golput ini juga menunjukkan eksistensi demokrasi dimata rakyat. Demokrasi telah menghianati rakyat berulang kali. Rakyat hanya dilibatkan dalam pemilu, tetapi tidak dalam perbuatan kebijakan. Keberadaan demokrasi di Indonesia jelas akan menjadi permasalahan besar bagi dunia internasional karena rakyat tidak lagi percaya.

Sikap Apatis Masyarakat.
Ada sejarah panjang yang terus berulang dalam demokrasi hingga menghasilkan sikap apatis di masyarakat. Masyarakat tidak lagi percaya pada proses politik yang berlangsung karena adanya manipulasi, kecurangan, dan ketidakadilan yang selalu mewarnai pilkada. Proses pilkada yang sering memenangkan calon yang punya kemampuan. Lebih memihak kepada yang punya relasi dari pada keinginan rakyat. Sikap buruk pemerintah lebih terlihat nyata setelah dinyatakan menang. Lagi-lagi rakyat harus menelan pil pahit, yaitu diabaikan dan dilupakan oleh pemimpinnya sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *