Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Beberapa waktu yang lalu, dikutip dari CNN Indon exesia, Presiden Jokowi menyatakan kontrak izin tambang Freeport di Indonesia akan diperpanjang selama 20 tahun. Saat ini proses pembahasan soal izin perpanjangan itu sedang dibahas oleh Pemerintah Indonesia dengan Freeport. Terkait pembahasan perpanjangan izin tersebut, Jokowi sudah bertemu Chairman Freeport McMoRan Ricard Adkerson di Hotel Waldorf Astoria, Washington DC, Amerika Serikat, Senin (13/11). Artinya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka peluang untuk memperpanjang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bagi PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga 2061, pasca kontrak perusahaan tambang tersebut berakhir di tahun 2041.
Dan saat ini presiden Joko Widodo resmi mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Melalui aturan tersebut, Jokowi resmi memberikan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada PT Freeport Indonesia sampai dengan masa umur cadangan tambang perusahaan. Namun demikian, Freeport harus memberikan saham 10% lagi kepada Pemerintah Indonesia, sehingga kepemilikan Indonesia di PT Freeport Indonesia menjadi 61% dari saat ini 51%. (SINDOnews.com, 31/5/2024).
Bahasa apa yang bisa kita gunakan untuk kekecewaan yang berulangkali terjadi atas keputusan penguasa terkait kekayaan SDA yang seharusnya menjadi hak rakyat saat tambang dikelola?
*Eksploitasi Lancarkan Penjajahan*
Papua telah dieksploitasi PT. Freeport Indonesia berulangkali, dari bentuk bukit menjadi lembah mulai dari Ertsberg Desember 1967 (setelah ditandatanganinya kontrak karya pertama dengan Pemerintah Indonesia pada April 1967) hingga Grasberg di tahun 1988 (setelah para geolog menemukannya hingga menjadi cadangan kelas dunia). Keserakahan radikal PT.FI menjadikannya sebagai salah satu proyek tambang tembaga dan emas terbesar di dunia. Tidak berhenti sampai disitu, diakhir tahun 1991, kontrak karya kedua ditandatangani dan PT.FI diberikan hak oleh Pemerintah Indonesia untuk meneruskan operasinya selama 30 tahun.
Jika dalam tahun 2005 saja PT.FI telah menghasilkan dan menjual konsentrat yang mengandung 1,7 miliar pon tembaga dan 3,4 juta ons emas, maka tak dipungkiri lagi cadangan yang ada saat ini pun cukup untuk mendukung kegiatan tambang hingga akhir kontrak karya pada tahun 2041. Lalu, penguasa dengan mudahnya memperpanjang kembali kontraknya. Seleluasa apa PT. FI mencabik-cabik harta milik negeri.
Ini adalah penjajahan, di mana SDA yang merupakan harta kekayaan negeri ini dieksploitasi secara radikal namun legal. Derita rakyat yang tinggal di wilayah sekitar penggalian karena rusaknya alam pun semakin menjadi-jadi. Ditambah lagi kriminalitas semakin tinggi.
Eksploitasi dilakukan PT. FI tanpa henti. Cuan mengalir bukan untuk penduduk negeri. Imperialisme neoliberal lebih cocok disematkan pada investasi model ini. Dan penguasa tetap saja tak bergeming untuk memuhasabahi dirinya atas kerugian dan kerusakan yang terjadi. Dan pura-pura tak peka atas penjajahan yang berlangsung di bumi pertiwi.
Eksploitasi melancarkan progress signifikan atas penjajahan. Penipuan keji telah dilakukan oleh PT. Freeport dengan dalih memberi banyak royalti untuk negeri ini, seperti yang disampaikan CEO Freeport-McMoRan (FCX) Richard C. Adkerson yang menangkis tuduhan miring terhadap PT Freeport dengan menyebut perusahaannya sangat bermanfaat bagi Indonesia. Menurutnya, diperpanjangnya Kontrak Karya akan menambah penerimaan negara dari dividen, royalti, pajak, dan sebagainya. Bahkan, Freeport berkomitmen untuk menyumbang kas negara hingga Rp1.214 triliun sampai 2041 nanti.